kalau menuntut ilmu kita ibaratkan dengan mengisi sebua botol kosong, sebenarnya setiap orang memiliki botol kosong yang sama, sama-sama kosong, dan sama-sama butuh diisi.
persoalannya, apakah kita mau mengisi botol kosong itu...,?
"kuliah lagi, dosennya dia lagi. yuk ganti, tambah kurang.." kita mengeluh, terhipnotis oleh kelemahan kebanyakan. seperti tercebur kedalam lumpu pekat, akan sangat sulit untuk menghindari kotor dan baunya. bukannya segera keluar dari kubangan lumpur, tapi justru mengajak yang lain agar ikut masuk. jadilah bermandi lumpur bersama-sama. kenapa tidak suka? karena kata mereka dia susah (tit.....) begitulah kita, karena orang lain bilang susah, maka kita ikut-ikutan merasa susah. cara pandang kita adalah cara pandang kebanyakan.
memang, kehidupan sosial dan lingkungan berdampak pada pembentukan karakter individu. tapi ingat, sebagai manusia kita juga memiliki hak untuk menentukan pilihan.
peristiwa diatas adalah satu fenomena yang banyak dialami oleh mahasiswa. dan ini adalah satu fenomena kegagalan "sikap".
kita tidak menggali urgensi dasarnya, tentang pentingnya menuntut ilmu. bersambung...
Wednesday, September 29, 2010
Monday, September 27, 2010
teguh berdakwah
Islam adalah rahmatan lil’alamin… rahmat bagi semesta alam. Didalamnya adalah manhajal hayat, yang berisi tentang perintah dan larangang terhadap manusia dalam mengarungi garis takdir kehidupan yang telah ditetapkan dalam lauh mahfudz.
Sungguh kontras, karakter asal ajaran ini tidak serta merta dapat diterima sebagai satu pegangan hidup oleh setiap manusia. Begitu banyak tantangan dan kecaman yang muncul untuk mengikis eksistensi Islam sebagai agama yang salim. Mereka menjerembabkan qonun Allah ini kedalam stigma kemungkaran kemanusiaan. Menjalankan ajaran agama Islam ini, berarti telah merampas sebagian hak asasi manusia sebagai mahluk merdeka, berpendidikan, bermartabat, dan setara. Tidak cukup dengan itu, umat Islam diteror secara fisik, ditindas sebagai kaum yang lemah dan tidak memiliki hak hidup. Lihatlah, umat Islam bagaikan sepotong roti yang diperebutkan.
Namun demikian, justru medan seperti inilah yang Allah gunakan sebagai tool untuk menguji kekasih-kekasihnya. Manakah diantara para manusia yang ikhlas mencintai Allah dan rasulnya, dan manakah yang tidak ikhlas mencintai Allah dan rasul-Nya, dan atu manakah yang justru membelot mengikuti ajakan syethon untuk mengingkari Allah SWT.
“ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu[788] dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Ibrahim:27)
Sungguh berat medan dakwah yang dihadapkan oleh para da’I, dalam menegakkan kalimat Allah. I’la likalimatillah bukanlah satu jalan yang mudah, penuh rintangan, friksi dan tantangan. Bukan karena kemiskinan harta seorang da’I hingga ia harus menderita dijalan dakwah, atau karean ia golongan tertentu dari sebuah suku, atau karena ia seorang wanita, atau karena ia seorang yang belum dewasa. Sesungguhnya sejarah telah banyak mencatat kepahlawanan agung yang ditorehkan oleh para da’I tidak memandang kelas dunia yang dimilikinya.
Saksikanlah kesakitan bilal bin rabbah dalam keteguhan pendiriannya dalam perkataan ahad, saksikanlah kesabaran ……, pengorbanan…..,
Mereka adalah para mujahid. Besar pengorbanan mereka dijalan dakwah, tinggi cita-cita mereka menginspirasi generasi sesudahnya untuk memberikan yang lebih baik.
Pernahkah kita membayangkan berada disisi … bin umar, yang telah menaklukan konstantinopel? Ia adalah panglima perang sekaligus imam yang zuhud bagi kaum muslim. Ketegaran hatinya dalam memperjuangkan Islam membuahkan hasil kemenangan kedua visi rasulullah setelah menaklukkan persia.
Lalu siapa kita?
Pantaskah kita disebut sebagai seorang da’i? mujahid? Yang karena friksi yang sederhana lalu membuat kita merasakan kesempitan Dunia? Atau hanya karena merasa tidak cocok lalu kita pergi begitu saja? Atau karena merasa bahwa keberterimaan menurun lalu menghilang dari peredaran?
Tidak,,.. tidak cukup. Berkacalah dari para mujahid yang telah berkorban begitu besar demi memperjuangkan ajaran Islam. Demi mewujudkan Islam Rahmatan lil’alamin. Mereka tidak mengejar kehidupan dunia, mereka mencintai Allah dengan Ikhlash, mereka menanti-nantu janji Allah dengan wajah yang penuh keceriaan dalam sempitnya dunianya dalam berdakwah. Mereka tahu bahwa Allah SWT tidak pernah meninggal mereka meski dalam hitungan detik sekalipun. Allah lebih dekat dari urat nadi bagi mereka.
Menjadi seorang aktivis dakwah yang tegar dijalan dakwah bukanlah satu proses yang instan. Tidak terjadi dalam hitungan standar pesulap. Ia berlangsung bertahap dan dalam durasi yang tidak sedikit. Sampai ia sampai pada satu fase keimanan yang makrifat.
Juga bukan kontribusi yang banyak lalu seorang aktifis itu dapat dikatakan sukses dalam berdakwah, karena sesungguhnya ia sangat rentan untuk menipu, menipu Allah dan Rasul-Nya, menipu kawan-kawannya dan bahkan ia menipu dirinya sendiri.
Seperti ketika seorang badui menghadap rasulullah lalu mengatakan bahwa ia beriman, tetapi oleh rasulullah ia dikatakan agar mengatakan aku berislam. Disini terdapat satu perbedaan yang sangat signifikan hanya dalam satu peristilahan yang sangat sederhana yang ditunjukkan oleh Rasulullah kepada umatnya. Seseorang tidak serta merta dikatakan beriman bila ia tidak melewati fase-fase atau tingkatan keimanan yang disampaikan dalam ajaran Islam. Membutuhkan satu proses yang panjang dan kemampuan untuk memicu diri menjadi pribadi yang santun dalam berdakwah dan tangguh dalam menyampaikan risalah Islam.
Inilah pesan yang disampaikan oleh Yusuf Qorhowi, bahwa kualita itu lebih utama dibandingkan dengan kuantitas.
Lalau Ilmu atas amal.
Oleh karena itu
Berilmulah
Merasa keren, jadi aktifis (banyak beraktifitas) tidak kurang kerjaan, seharian waktu habis digunakan untuk syuro’ atau EO agenda, begitu berlangsung setiap waktu, sehingga membuatnya merasa tak memiliki waktu untuk ikut kajian, ‘ulumul Qur’an, fiqh sunnah, fiqh ibadah, atau kajian siroh nabawiyah yang terprogram dan terencana, bertahap dan berkelanjutan. Satu-satunyan sumber ilmu yang dimilikinya adalah pengalaman, ketikan jadi EO dan ketika Ia syuro’. Sesekali hasil diskusi dengan beberapa sahabat sesama aktifis. Seperti menggenggam dunia katanya.
lalu karena aktif ia diangkat pada posisi yang strtegis. Sungguh tragis, bukan kebijakan yang mendukung berjalannya dakwah sesuai syariah yang dibuatnya, tapi lebih karena pengalaman yang mengajarkannya. Tidak cukup bung!!!
Dakwah adalah satu aktifitas yang harus didasarkan pada pengetahuan, ilmu. Dan menuntut ilmu adalah satu-satunya cara yang harus ditempuh untuk membuat kita merasa menjadi aktifis dakwah. Karena ilmu adalah apa yang kita sampaikan.
Ilmumu akan menjagamu dari kemurkaan Allah SWT.
Beramalah
Inti dakwah itu adalah beraktifitas, beramal. Menyeru manusia pada jalan yang diridhoi Allah. Beramalah sebanyak yang kau bisa lakukan.
Konsistenlah
Sesungguhnya tidaklah dianggap seorang muslim itu beriman, melainkan ia akan di uji. Dan ujian yang paling berat dalam berdakwah adalah konsistensi amaliyah dakwah. Begitu banyak godaan yang akan menghampiri seorang aktifis dakwah untuk meninggalkan jalan dakwah, dan memilih pergi untuk satu jalan yang menurutnya itu lebih baik.
Tidak ada cara lain, jika kita ingin sukses dalam berdakwah, maka kita harus menjaga ketekunan arah geak kita dalam berdakwah. dan konsistensi itu hanya bisa dilakukan dengan besarbar. Yakinlah dengan janji Allah pada orang-orang yang mengkhitbahkan dirinya dijalan dakwah, lalu ia bersabar.
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Ali Imran:195)
Sungguh kontras, karakter asal ajaran ini tidak serta merta dapat diterima sebagai satu pegangan hidup oleh setiap manusia. Begitu banyak tantangan dan kecaman yang muncul untuk mengikis eksistensi Islam sebagai agama yang salim. Mereka menjerembabkan qonun Allah ini kedalam stigma kemungkaran kemanusiaan. Menjalankan ajaran agama Islam ini, berarti telah merampas sebagian hak asasi manusia sebagai mahluk merdeka, berpendidikan, bermartabat, dan setara. Tidak cukup dengan itu, umat Islam diteror secara fisik, ditindas sebagai kaum yang lemah dan tidak memiliki hak hidup. Lihatlah, umat Islam bagaikan sepotong roti yang diperebutkan.
Namun demikian, justru medan seperti inilah yang Allah gunakan sebagai tool untuk menguji kekasih-kekasihnya. Manakah diantara para manusia yang ikhlas mencintai Allah dan rasulnya, dan manakah yang tidak ikhlas mencintai Allah dan rasul-Nya, dan atu manakah yang justru membelot mengikuti ajakan syethon untuk mengingkari Allah SWT.
“ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu[788] dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Ibrahim:27)
Sungguh berat medan dakwah yang dihadapkan oleh para da’I, dalam menegakkan kalimat Allah. I’la likalimatillah bukanlah satu jalan yang mudah, penuh rintangan, friksi dan tantangan. Bukan karena kemiskinan harta seorang da’I hingga ia harus menderita dijalan dakwah, atau karean ia golongan tertentu dari sebuah suku, atau karena ia seorang wanita, atau karena ia seorang yang belum dewasa. Sesungguhnya sejarah telah banyak mencatat kepahlawanan agung yang ditorehkan oleh para da’I tidak memandang kelas dunia yang dimilikinya.
Saksikanlah kesakitan bilal bin rabbah dalam keteguhan pendiriannya dalam perkataan ahad, saksikanlah kesabaran ……, pengorbanan…..,
Mereka adalah para mujahid. Besar pengorbanan mereka dijalan dakwah, tinggi cita-cita mereka menginspirasi generasi sesudahnya untuk memberikan yang lebih baik.
Pernahkah kita membayangkan berada disisi … bin umar, yang telah menaklukan konstantinopel? Ia adalah panglima perang sekaligus imam yang zuhud bagi kaum muslim. Ketegaran hatinya dalam memperjuangkan Islam membuahkan hasil kemenangan kedua visi rasulullah setelah menaklukkan persia.
Lalu siapa kita?
Pantaskah kita disebut sebagai seorang da’i? mujahid? Yang karena friksi yang sederhana lalu membuat kita merasakan kesempitan Dunia? Atau hanya karena merasa tidak cocok lalu kita pergi begitu saja? Atau karena merasa bahwa keberterimaan menurun lalu menghilang dari peredaran?
Tidak,,.. tidak cukup. Berkacalah dari para mujahid yang telah berkorban begitu besar demi memperjuangkan ajaran Islam. Demi mewujudkan Islam Rahmatan lil’alamin. Mereka tidak mengejar kehidupan dunia, mereka mencintai Allah dengan Ikhlash, mereka menanti-nantu janji Allah dengan wajah yang penuh keceriaan dalam sempitnya dunianya dalam berdakwah. Mereka tahu bahwa Allah SWT tidak pernah meninggal mereka meski dalam hitungan detik sekalipun. Allah lebih dekat dari urat nadi bagi mereka.
Menjadi seorang aktivis dakwah yang tegar dijalan dakwah bukanlah satu proses yang instan. Tidak terjadi dalam hitungan standar pesulap. Ia berlangsung bertahap dan dalam durasi yang tidak sedikit. Sampai ia sampai pada satu fase keimanan yang makrifat.
Juga bukan kontribusi yang banyak lalu seorang aktifis itu dapat dikatakan sukses dalam berdakwah, karena sesungguhnya ia sangat rentan untuk menipu, menipu Allah dan Rasul-Nya, menipu kawan-kawannya dan bahkan ia menipu dirinya sendiri.
Seperti ketika seorang badui menghadap rasulullah lalu mengatakan bahwa ia beriman, tetapi oleh rasulullah ia dikatakan agar mengatakan aku berislam. Disini terdapat satu perbedaan yang sangat signifikan hanya dalam satu peristilahan yang sangat sederhana yang ditunjukkan oleh Rasulullah kepada umatnya. Seseorang tidak serta merta dikatakan beriman bila ia tidak melewati fase-fase atau tingkatan keimanan yang disampaikan dalam ajaran Islam. Membutuhkan satu proses yang panjang dan kemampuan untuk memicu diri menjadi pribadi yang santun dalam berdakwah dan tangguh dalam menyampaikan risalah Islam.
Inilah pesan yang disampaikan oleh Yusuf Qorhowi, bahwa kualita itu lebih utama dibandingkan dengan kuantitas.
Lalau Ilmu atas amal.
Oleh karena itu
Berilmulah
Merasa keren, jadi aktifis (banyak beraktifitas) tidak kurang kerjaan, seharian waktu habis digunakan untuk syuro’ atau EO agenda, begitu berlangsung setiap waktu, sehingga membuatnya merasa tak memiliki waktu untuk ikut kajian, ‘ulumul Qur’an, fiqh sunnah, fiqh ibadah, atau kajian siroh nabawiyah yang terprogram dan terencana, bertahap dan berkelanjutan. Satu-satunyan sumber ilmu yang dimilikinya adalah pengalaman, ketikan jadi EO dan ketika Ia syuro’. Sesekali hasil diskusi dengan beberapa sahabat sesama aktifis. Seperti menggenggam dunia katanya.
lalu karena aktif ia diangkat pada posisi yang strtegis. Sungguh tragis, bukan kebijakan yang mendukung berjalannya dakwah sesuai syariah yang dibuatnya, tapi lebih karena pengalaman yang mengajarkannya. Tidak cukup bung!!!
Dakwah adalah satu aktifitas yang harus didasarkan pada pengetahuan, ilmu. Dan menuntut ilmu adalah satu-satunya cara yang harus ditempuh untuk membuat kita merasa menjadi aktifis dakwah. Karena ilmu adalah apa yang kita sampaikan.
Ilmumu akan menjagamu dari kemurkaan Allah SWT.
Beramalah
Inti dakwah itu adalah beraktifitas, beramal. Menyeru manusia pada jalan yang diridhoi Allah. Beramalah sebanyak yang kau bisa lakukan.
Konsistenlah
Sesungguhnya tidaklah dianggap seorang muslim itu beriman, melainkan ia akan di uji. Dan ujian yang paling berat dalam berdakwah adalah konsistensi amaliyah dakwah. Begitu banyak godaan yang akan menghampiri seorang aktifis dakwah untuk meninggalkan jalan dakwah, dan memilih pergi untuk satu jalan yang menurutnya itu lebih baik.
Tidak ada cara lain, jika kita ingin sukses dalam berdakwah, maka kita harus menjaga ketekunan arah geak kita dalam berdakwah. dan konsistensi itu hanya bisa dilakukan dengan besarbar. Yakinlah dengan janji Allah pada orang-orang yang mengkhitbahkan dirinya dijalan dakwah, lalu ia bersabar.
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Ali Imran:195)
reformasi dakwah kampus; integratif dan profesional
Kita mengetahui, bahwa tidak ada jalan yang mudah untuk meraih sebuah kebahagiaan, kebahagiaan yang hakiki, yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada umatnya. Hanyalah orang-orang yang Allah ridho padanya, maka dengan ia akan dianugerahkan satu nikmat itu.
Berdasarkan firman Allah dalam surah Ali ‘Imran ayat 21
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memamg tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih.(Ali ‘Imran:21)”
Demikianlah sunnatullah yang berlaku sejak risalah ini diturunkan, Nabiyullah Muhammad SAW berada dalam keadaan yang bersusah payah dalam mengajak keluarga kerabatnya untuk bergabung dalam barisan Islam. Ia bahkan di hina dan dicaci sebagai orang gila, karena dianggap membual. Tetapi hal ini tidaklah kemudian menyurutkan langkah beliau untuk menegakkan kalimat Allah di muka Bumi ini.
Demikian tabahnya ia menyeru pamannya Abu Thalib untuk masuk Islam, betapa sabarnya Rasulullah menyeru penduduk thaif, dimana celaan dia balas dengan doa kebaikan. Lalu betapa teguh pendiriannya ketika diiming-imingi oleh harta dan imbalan untuk meninggalkan dakwah dan lain sebagainya, yang akan membuat kita semakin kagum atas kebaikan akhlak dan perjuangannya dalam memperjuangkan Islam.
Penuh kesabaran ia seru manusia pada jalan kebaikan, secara sistematis ia putuskan langkah-langkah dakwah yang tepat untuk menyampaikan risalah Islam, dan dengan sikap konsisten ia bina umat dimasa awal dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Sehinga muncullah para jundullah yang gigih memperjuangkan Islam hingga Islalm itu tegak di Jazirah Arab
Lalu sepeninggal Rasulullah SAW, dakwah ini tetap berjalan, diteruskan oleh para sahabat, dengan tantangan dan perjuangan yang berbeda-beda.
Meski susah sungguh, namun rasulullah dan para sahabat demikian gigih memperjuangkan Islam, menegakkan Dien Allah, dimuka Bumi. Begitu indah janji Allah pada para mujahid itu..
“ Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (At Taubah:88)”
Ikwah fillah rahimakumullah..
Bagaimanakah kita membaca kondisi umat ini, akan sangat berpengaruh pada sikap kita sebagai kader-kader dakwah. Dalam dekade ini, umat Islam dihadapkan pada satu fenomeda yang sangat menarik. Umat Islam menjadi satu entitas yang dikelasduakan. Dunia Islam menjadi bulan-bulanan dunia barat pengusung kapitalisme untuk memuaskan ambisi mereka dalam menguasai dan mengeksploitasi Bumi, dengan dalih menyelamatkan padahal mereka adalah perusak yang sesungguhnya.. seperti yang disampaikan dalam ayat berikut (ayat tentang mengelola bumi, padahal merusaknya).
Disisi lain, Islam dicap sebagai agama yang penuh kekerasan dan ketidak adilan, karena ajarannya yang banyak menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan menrut versi mereka. Terorismepun menjadi satu momok menakutkan yang hanya boleh disandingkan kepada umat Islam.
Sungguh ironi, nilai-nilai kebaikan yang luhur pada ajaran Islam terdistorsi oleh satu kekuatan yang menguasai sebagian besar aset-aset Bumi. Katakanlah barat, umat Islam seolah kerdil dihadapan mereka. Kita tidak memiliki cukup nyali untuk berkata tidak pada mereka, bahkan beberapa negara yang notabene adalah warganya Islam cenderungu untuk diam ketika melihat saudar-saudara kita ditekan dan di ambil hak-haknya.
Namun demikian, sesungguhnya kekuatan barat yang terlihat besar itu saat ini tengah berada pada posisi yang menyedihakan. Tidak ayal, fenomena gunung es sangat tepat untuk menggambarkan kondisi mereka, terlihat kuat, tetapi sesungguhnya mereka berada dalam jurang kehancuran yang hebat. Berbagai penyimpangan terjadi, kemerosotan akhlak merebak, kebejatan terjadi dimana-mana, kemunduran perdaban kemanusiaan menjadi penyakit utama yang melanda negeri ini.
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.(Al Baqarah:9)”
Para hadirin yang dimuliakan Allah..
Lalu bangsa Indonesia, ditengah penantian masyarakat terhadap perbaikan diberbagai sektor, yang dijanjikan oleh pemerintah, agaknya semakin hari semakin menuju pada titik jenuh yang membosankan. Masyarakat telah banyak kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, karena ketidak mampuan dalam menciptakan perbaikan diberbagai sektor berbangsa dan bernegara. Jadilah kita menjadi bangsa yang mengidap krisis kepemimpinan.
Disisi lain, masyarakat semakin dibingungkan dengan sikap pemerintah yang seolah lamban dalam menentukan kebijakan baik skala makro maupun skala mikro, jadilah kondisi masyarakat kita seolah berada dalam negeri awan, tanpa pijakan.
Ikwahfillah…
Diambang kehancuran imperialisme barat, tidak kondusifnya kehidupan berbangsa dan bernegara di negara kita, matinya nilai-nilai kemanusiaan, kelabunya sistem Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Perlu ada satu langkah berani untuk mengembalikan citra Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, mengembalikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Karena tidak ada kebahagiaan melainkan itu bersumber dari ajaran Islam Islam adalah Manhajul Hayat (sistem kehidupan) yang membimbing manusia menuju jalan keselamatan. Tidak ada perintah yang tertuang dalam ajaran Islam kecuali di sana ada maslahat. Sebaliknya tidak larangan yang tertuang dalam kecuali di sana ada mudharat yang menghadang
Sehingga kejayaan Islam menjadi satu kunci untuk menciptakan peradaban manusia yang bermartabat, humanis, dan di ridhoi oleh Allah SWT.
Dan itu semua tidak dapat dilakukan melainkan ada orang-orang yang mau mewujudkannya. Dan orang-orang itu adalah kita.
Ada satu masa dimana generasi Islam dilahirkan dan dididik untuk menjadi pejuang yang gigih memperjuangkan Islam. Yaitu masa dimana mereka mencari dan meneguhkan dirinya sebagi judullah yang siap diterjunkan untuk menjadi kader-kader dakwah mengembalikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin. Dan masa-masa itu salah satunya berlangsung dilingkungan perguruan tinggi.
Ikwahfillah…
Kita sudah sering melihat, bahwa kampus memiliki peranan yang sangat strategis dalam mendidik generasi-genarasi Islam militan dengan kapasitas seorang ilmuwan. Berada pada waktu dan tempat yang tepat, memberikan ruang pilihan bagi seseorang untuk memilih berdakwah dijalan Allah. Maka sudah menjadi tanggungjawab kita sebagai kader dakwah untuk mengarahkan mereka pada satu jalan yang Allah suka padanya. Yaitu dakwah itu sendiri. Lalu pada akhirnya, segala proses dimana kita mengajak dan menyerukan para cendikiawan muda untuk bergabung dalam barisan dakwah dengan Istilah dakwah kampus.
Dakwah kampus menopang lahirnya generasi-genarasi penerus yang memperjuangkan Islam sesuai dengan tujuan dakwah kampus itu sendiri yaitu suplay alumni yang berafiliasi kepada Islam, dan optimalisasi peran kampus dalam upaya mentransformasi masyarakat menuju masyarakat Islami. Derivasi dari hal ini maka peran tarbiyah kampus yang berkesinambungan - untuk menghasilkan alumni-alumni yang berafiliasi kepada Islam - menjadi sangat penting. Derivasi lainnya, lembaga dakwah kampus perlu secara bertahap menjadi lembaga dakwah kampus yang matang, agar dapat memainkan perannya di perguruan tinggi yang bersangkutan untuk dapat mengusung perubahan.
Oleh karena itu perlu ada upaya untuk mereformasi dakwah kampus agar lebih dapat menopang satu fungsi sebagai pencetak generasi dakwah melaui langkah integratif dan profesional.
Disisi lain juga memerlukan dukungan beberapa hal untuk meningkatkan kemajuan kerja dan stabilitas aksi-kontribusi terhadap karya-karya dakwah kampus. Beberapa hal itu adalah :
Pembinaan kosisten
Pembinaan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun karakter para mujahid genarasi dakwah disetiap masa. Pada masa inilah terjadi transformasi generatif tentang semangat berdakwah, dan menanamkan sikap bersedia berkorban dijalan Allah. Kita menjaga satu dan yang lainnya berada dalam jalan yang diridhoi Allah.
"Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan AL-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan Nabi itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata." ( QS. Ali 'Imran : 164 )
Program yang sesuai dengan kebutuhan ummat
Agar dakwah kampus ini dapat diterima oleh mad’u dakwah, maka perlu penyesuaian agenda-agenda dakwah yang mendukungk kondisi dakwah kampus, dan tujuan dakwah secara global.
Dukungan finansial
Dukungan finansial dibutuhkan untuk meningkatkan prosentase keberhasilan agenda-agenda dakwah.
Demikianlah pandangan kami terhadap dakwah kampus, kampus merupakan tempat dimana lahir generasi-generasi penerus estafer dakwah, sehingga harus dijaga keberadaannya. Melalui dukungan moril dan materil, dapat lebih memberikan kontribusi yang maksimal sesuia dengan tuntutan zaman
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memamg tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih.(Ali ‘Imran:21)”
Demikianlah sunnatullah yang berlaku sejak risalah ini diturunkan, Nabiyullah Muhammad SAW berada dalam keadaan yang bersusah payah dalam mengajak keluarga kerabatnya untuk bergabung dalam barisan Islam. Ia bahkan di hina dan dicaci sebagai orang gila, karena dianggap membual. Tetapi hal ini tidaklah kemudian menyurutkan langkah beliau untuk menegakkan kalimat Allah di muka Bumi ini.
Demikian tabahnya ia menyeru pamannya Abu Thalib untuk masuk Islam, betapa sabarnya Rasulullah menyeru penduduk thaif, dimana celaan dia balas dengan doa kebaikan. Lalu betapa teguh pendiriannya ketika diiming-imingi oleh harta dan imbalan untuk meninggalkan dakwah dan lain sebagainya, yang akan membuat kita semakin kagum atas kebaikan akhlak dan perjuangannya dalam memperjuangkan Islam.
Penuh kesabaran ia seru manusia pada jalan kebaikan, secara sistematis ia putuskan langkah-langkah dakwah yang tepat untuk menyampaikan risalah Islam, dan dengan sikap konsisten ia bina umat dimasa awal dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Sehinga muncullah para jundullah yang gigih memperjuangkan Islam hingga Islalm itu tegak di Jazirah Arab
Lalu sepeninggal Rasulullah SAW, dakwah ini tetap berjalan, diteruskan oleh para sahabat, dengan tantangan dan perjuangan yang berbeda-beda.
Meski susah sungguh, namun rasulullah dan para sahabat demikian gigih memperjuangkan Islam, menegakkan Dien Allah, dimuka Bumi. Begitu indah janji Allah pada para mujahid itu..
“ Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (At Taubah:88)”
Ikwah fillah rahimakumullah..
Bagaimanakah kita membaca kondisi umat ini, akan sangat berpengaruh pada sikap kita sebagai kader-kader dakwah. Dalam dekade ini, umat Islam dihadapkan pada satu fenomeda yang sangat menarik. Umat Islam menjadi satu entitas yang dikelasduakan. Dunia Islam menjadi bulan-bulanan dunia barat pengusung kapitalisme untuk memuaskan ambisi mereka dalam menguasai dan mengeksploitasi Bumi, dengan dalih menyelamatkan padahal mereka adalah perusak yang sesungguhnya.. seperti yang disampaikan dalam ayat berikut (ayat tentang mengelola bumi, padahal merusaknya).
Disisi lain, Islam dicap sebagai agama yang penuh kekerasan dan ketidak adilan, karena ajarannya yang banyak menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan menrut versi mereka. Terorismepun menjadi satu momok menakutkan yang hanya boleh disandingkan kepada umat Islam.
Sungguh ironi, nilai-nilai kebaikan yang luhur pada ajaran Islam terdistorsi oleh satu kekuatan yang menguasai sebagian besar aset-aset Bumi. Katakanlah barat, umat Islam seolah kerdil dihadapan mereka. Kita tidak memiliki cukup nyali untuk berkata tidak pada mereka, bahkan beberapa negara yang notabene adalah warganya Islam cenderungu untuk diam ketika melihat saudar-saudara kita ditekan dan di ambil hak-haknya.
Namun demikian, sesungguhnya kekuatan barat yang terlihat besar itu saat ini tengah berada pada posisi yang menyedihakan. Tidak ayal, fenomena gunung es sangat tepat untuk menggambarkan kondisi mereka, terlihat kuat, tetapi sesungguhnya mereka berada dalam jurang kehancuran yang hebat. Berbagai penyimpangan terjadi, kemerosotan akhlak merebak, kebejatan terjadi dimana-mana, kemunduran perdaban kemanusiaan menjadi penyakit utama yang melanda negeri ini.
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.(Al Baqarah:9)”
Para hadirin yang dimuliakan Allah..
Lalu bangsa Indonesia, ditengah penantian masyarakat terhadap perbaikan diberbagai sektor, yang dijanjikan oleh pemerintah, agaknya semakin hari semakin menuju pada titik jenuh yang membosankan. Masyarakat telah banyak kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, karena ketidak mampuan dalam menciptakan perbaikan diberbagai sektor berbangsa dan bernegara. Jadilah kita menjadi bangsa yang mengidap krisis kepemimpinan.
Disisi lain, masyarakat semakin dibingungkan dengan sikap pemerintah yang seolah lamban dalam menentukan kebijakan baik skala makro maupun skala mikro, jadilah kondisi masyarakat kita seolah berada dalam negeri awan, tanpa pijakan.
Ikwahfillah…
Diambang kehancuran imperialisme barat, tidak kondusifnya kehidupan berbangsa dan bernegara di negara kita, matinya nilai-nilai kemanusiaan, kelabunya sistem Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Perlu ada satu langkah berani untuk mengembalikan citra Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, mengembalikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Karena tidak ada kebahagiaan melainkan itu bersumber dari ajaran Islam Islam adalah Manhajul Hayat (sistem kehidupan) yang membimbing manusia menuju jalan keselamatan. Tidak ada perintah yang tertuang dalam ajaran Islam kecuali di sana ada maslahat. Sebaliknya tidak larangan yang tertuang dalam kecuali di sana ada mudharat yang menghadang
Sehingga kejayaan Islam menjadi satu kunci untuk menciptakan peradaban manusia yang bermartabat, humanis, dan di ridhoi oleh Allah SWT.
Dan itu semua tidak dapat dilakukan melainkan ada orang-orang yang mau mewujudkannya. Dan orang-orang itu adalah kita.
Ada satu masa dimana generasi Islam dilahirkan dan dididik untuk menjadi pejuang yang gigih memperjuangkan Islam. Yaitu masa dimana mereka mencari dan meneguhkan dirinya sebagi judullah yang siap diterjunkan untuk menjadi kader-kader dakwah mengembalikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin. Dan masa-masa itu salah satunya berlangsung dilingkungan perguruan tinggi.
Ikwahfillah…
Kita sudah sering melihat, bahwa kampus memiliki peranan yang sangat strategis dalam mendidik generasi-genarasi Islam militan dengan kapasitas seorang ilmuwan. Berada pada waktu dan tempat yang tepat, memberikan ruang pilihan bagi seseorang untuk memilih berdakwah dijalan Allah. Maka sudah menjadi tanggungjawab kita sebagai kader dakwah untuk mengarahkan mereka pada satu jalan yang Allah suka padanya. Yaitu dakwah itu sendiri. Lalu pada akhirnya, segala proses dimana kita mengajak dan menyerukan para cendikiawan muda untuk bergabung dalam barisan dakwah dengan Istilah dakwah kampus.
Dakwah kampus menopang lahirnya generasi-genarasi penerus yang memperjuangkan Islam sesuai dengan tujuan dakwah kampus itu sendiri yaitu suplay alumni yang berafiliasi kepada Islam, dan optimalisasi peran kampus dalam upaya mentransformasi masyarakat menuju masyarakat Islami. Derivasi dari hal ini maka peran tarbiyah kampus yang berkesinambungan - untuk menghasilkan alumni-alumni yang berafiliasi kepada Islam - menjadi sangat penting. Derivasi lainnya, lembaga dakwah kampus perlu secara bertahap menjadi lembaga dakwah kampus yang matang, agar dapat memainkan perannya di perguruan tinggi yang bersangkutan untuk dapat mengusung perubahan.
Oleh karena itu perlu ada upaya untuk mereformasi dakwah kampus agar lebih dapat menopang satu fungsi sebagai pencetak generasi dakwah melaui langkah integratif dan profesional.
Disisi lain juga memerlukan dukungan beberapa hal untuk meningkatkan kemajuan kerja dan stabilitas aksi-kontribusi terhadap karya-karya dakwah kampus. Beberapa hal itu adalah :
Pembinaan kosisten
Pembinaan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun karakter para mujahid genarasi dakwah disetiap masa. Pada masa inilah terjadi transformasi generatif tentang semangat berdakwah, dan menanamkan sikap bersedia berkorban dijalan Allah. Kita menjaga satu dan yang lainnya berada dalam jalan yang diridhoi Allah.
"Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan AL-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan Nabi itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata." ( QS. Ali 'Imran : 164 )
Program yang sesuai dengan kebutuhan ummat
Agar dakwah kampus ini dapat diterima oleh mad’u dakwah, maka perlu penyesuaian agenda-agenda dakwah yang mendukungk kondisi dakwah kampus, dan tujuan dakwah secara global.
Dukungan finansial
Dukungan finansial dibutuhkan untuk meningkatkan prosentase keberhasilan agenda-agenda dakwah.
Demikianlah pandangan kami terhadap dakwah kampus, kampus merupakan tempat dimana lahir generasi-generasi penerus estafer dakwah, sehingga harus dijaga keberadaannya. Melalui dukungan moril dan materil, dapat lebih memberikan kontribusi yang maksimal sesuia dengan tuntutan zaman
Subscribe to:
Posts (Atom)