Sejarawan muslim awal terkemuka, Al Waqidi menuturkan bahwa dikalangan Anshar terdapat 70 anak muda yang dikenal dengan sebutan Al Qurra’ (orang yang pandai membaca): setiap sore hari mereka berbondong-bondong ke Madinah untuk mempelajari agama dan melaksanakan shalat. Dan pagi harinya, mereka mencari air dan kayu bakar (bekerja, edt).
Tentang sosok mereka ini, Anas bin malik menuturkan, “Kami menyebut mereka Al Qurra’… Mereka senantiasa bekerja disiang hari dan menunaikan shalat dimalam hari. Ada pula diantaa mereka para sahabat yang menghabiskan semua pekerjaannya hariannya pada siang hari dan mengkhususkan waktu malamnya hanya untuk menuntut ilmu dan beribadah. Yakni karena takut kehilangan pahala keutamaan menuntut ilmu.
Besarnya perhatian para sahabat dalam menuntut ilmu, membuat mereka yang disibukkan oleh bisnisnya tidak ingin ketinggalan sedikitpun dari ilmu yang disampaikan oleh Rasulullah. Karena itu, dua atau tiga orang diantara mereka sepakat untuk menghadiri majelis Rasulullah secara bergantian dan kemudian menularkannya pada yang lain. Tentang hal ini Umar bin Khaththab meriwayatkan, “Aku dan seorang tetanggaku dari kaum anshar tinggal di Bani Umayah ibn Zaid-salah satu bukit Madinah. Dan kami selalu turun menghadiri mejelis Rasulullah secara bergantian: Ia turun sehari, dan juga besoknya aku juga turun sehari. Bila giliranku tiba, akupun datang ke majelis Rasulullah dan mengabarkan semua yang kudengar pada hari itu-baik wahyu ataupun yang lain-kepadanya. Demikian pula jika gilirannya tiba, iapun melakukan hal serupa.” (Bukhari Juz 1, hal 71) dari sumber aselinya klik disini atau
Menurut saya, petikan kisah diatas adalah gambaran sebab utama generasi sahabat mendapat julukan“khairu ummah” (ummat terbaik). Dakwah diera madinah diawali dengan membuka selebar-lebarnya pintu pengetahuan bagi kaum Muslimin. Nampaknya Rasulullah menginginkan para sahabat dan masyarakat secara luas agar menggali ilmu-ilmu yang beramanfaat dari semua bidang ilmu yang demikian luasnya. Dengan ilmu itulah kaum muslimin akan berhasil membangun sebuah barisan masyarakat yang kokoh dan berbudaya-berkarakter kuat. Pada dimensi lain, dengan ilmu sebuah masyarakat akan terdorong untuk senantiasa melakukan perubahan dan pembaruan, pengembangan dan kemajuan.Aktivitas dakwah kampus pada masa tertentu pantas disebut “khairul Marhalah” (sebaik-baik fase). Pasti terlampau sulit jika harus kita sendiri yang menilai, biarlah generasi masa datang yang menilai, bahwa ada sebuah masa dakwah kampus yang sibuk dengan perhelatan akbar menyerupai sibuknya para sahabat berperang sebanyak 63 dalam kurun waktu 10 tahun. Di sisi lain sibuk pula dengan menempa kemandirian menyerupai para sahabat yang mengurus ladang dan bisnis. Namun, dakwah tetap berkibar, tersebar ke seluruh penjuru mata angin dan merasuk kian mendalam ke relung-relung sanubari.
Kapankah kita dengan bangga menyebut suatu masa yang kita turut menyaksikan, atau setidaknya membaca pada sebuah tulisan? Pantaskah kita disebut dengan bangga karena memiliki suatu masa?
Mungkin kelak kita akan dengan bangga menyebut suatu masa yang bukan masa kita sendiri. Dan, semoga sebelum jasad terpisah dari ruh, Allah menguatkan lidah dan melapangkan dada menyebut sebuah masa dakwah dan menjadikannya sebagai titik tolak pembelajaran yang berharga bagi diri kita, anak cucu dan masyarakat untuk menjadi bagian ummat terbaik.
Dimanapun dan kapanpun diri kita, mari dan silahkan…
No comments:
Post a Comment
Pembaca yang baik meninggalkan jejak..