Tensi politik di
Indonesia dalam setahun terakhir menjelang pemilu 2014 meningkat tajam,
terutama apa yang dialami oleh PKS. Diawali dengan penangkapan mantan
presidennya hingga sampai dijatuhkannya vonis yang kemudian menjadi
headline di seluruh media selama periode tahun 2013. Semua opini
diarahkan, seolah-olah PKS adalah partai paling korup di Indonesia.
Segala hal kecil yang dipandang negative tentang PKS akan diekspose
besar-besaran. Seolah-olah ada orchestra dibelakangnya yang
mengendalikan gerakan untuk membonsai PKS.
Sedangkan pada saat yang sama, BAWASLU
tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap ketua-ketua umum
partai lain yang bahkan sangat jelas keterlibatan anak-anak dalam
kampanye mereka. Tidak hanya hadir pada acara kampanye partai-partai
lainnya, bahkan anak-anakpun turut menikmati dan menyaksikan goyangan
dangdut koplo di tempat kampanye yang tidak layak disaksikan oleh
mereka. Tidak hanya itu, bahkan banyak ditemukan fakta tentang adanya
upaya money politik yang dilakukan oleh mereka tetapi tidak ditindak.
Jadi kita semua bisa memahami apa tugas BAWASLU sesungguhnya yaitu hanya
untuk memelototi kampanye PKS dan mencari kekurangannya. Bahkan
BAWASLUpun telah memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menghentikan
segala macam aktivitas kampanye PKS.
Belum lagi opini
negative yang dibangun di social media, baik berupa cacian, hujatan,
bullying, framing, dan lain-lain. Apapun yang berkaitan dengan PKS
pastilah dinilai buruk. Bahkan ketika ada bencana dan kader-kader PKS
secara serta merta terjun langsung untuk membantu dan melayani
masyarakat yang terkena dampak bencana, maka berbagai cibiran pun
datang, “Lagi cari muka die..”, “PKS riya’, bantu korban kok pake
bendera”….dll.
Ditambah lagi
hasil-hasil survey yang banyak dilakukan oleh lembaga survey, baik yang
diakui integritasnya maupun yang tiba-tiba muncul bak jamur di musim
hujan, yang mendowngrade PKS pada posisi terendah. Maka lengkaplah sudah
penderitaan yang dialami oleh PKS, tidak ada lagi syarat bagi PKS untuk
bisa tetap eksis di panggung perpolitikan Indonesia. Tak heran jika
kemudian banyak pengamat yang memprediksi tentang kehancuran PKS pada
pemilu 2014 ini.
Maka, adakah upaya
yang dilakukan oleh para pimpinan dan kader PKS untuk memanage dan
mengembalikan kembali dukungan public kepada PKS ?
Upaya Melawan Arus
Pidato Anis Matta yang
pertama kali dihadapan public yang disaksikan oleh seluruh kader PKS
sedikit banyak telah berhasil mengobati sedikit luka yang di derita oleh
para kader PKS. Sejak saat itu, seluruh pimpinan, pengurus dan kader
akar rumput PKS terus melakukan perlawanan baik secara terbuka maupun
secara tertutup. Konsolidasi internal, perlawanan terbuka hingga operasi
senyap terus dilakukan sejak pidato pertama Sang Presiden baru
tersebut.
Alhasil, setelah upaya
perlawanan itu digaungkan, kemenangan-kemenangan PKS dalam
pilkada-pilkada telah menunjukkan bahwa PKS telah melewati masa
kritisnya. Yang sangat fenomenal adalah kemenangan pada pilkada Jawa
Barat yang terjadi tiga pekan setelah peristiwa tersebut dan pilkada
Sumatra Utara, dua minggu kemudian. Dan yang terakhir adalah kemenangan
pada pilkada Maluku Utara dan Kota Padang yang mengawali “come back”nya
PKS di tahun 2014.
Lengkap sudah recovery
yang dilakukan oleh PKS. Dan puncaknya adalah konsolidasi massa
besar-besaran yang menandai dimulainya kampanye akbar perdananya di
Gelora Bung Karno pada hari minggu, 16 maret 2014 lalu. Ratusan ribu
massa yang hadir, tumpah ruah di setiap sudut GBK yang hanya menyisakan
lapangan hijaunya saja. Massa kader dan simpatisan PKS bahkan juga
memenuhi bagian luar stadion yang konon berkapasitas 90.000 orang
tersebut. Sempurna sudah “come back”nya PKS di pentas politik nasional
dan hal ini mampu dikapitalisasikan menjadi energy luar biasa bagi
setiap kader dan struktur untuk memenangkan PKS di pemilu 2014 ini.
Serangan Kembali….
Fenomena kebangkitan
dan konsolidasi PKS yang luar biasa ini tentu menjadi pertimbangan baru
bagi para elit politik di negeri ini. Alih-alih dukungan kepada PKS
merosot, tetapi setiap hari public bahkan para elit politik menyaksikan
fenomena luar biasa pada setiap kampanye PKS. Massa yang besar, kreatif,
tertib dan teratur menjadi fenomena mencengangkan sekaligus
mengkhawatirkan bagi sebagian elit. Terakhir kitapun menyaksikan, Fahri
Hamzah yang selama ini digadang bahwa popularitasnya akan turun dan
merosot akibat perlawanannya yang keras terhadap setiap upaya untuk
melemahkan PKS, terutama atas sikap kerasnya terhadap KPK, justru
menjadi sumber magnet tersendiri di Dapilnya.
Kali
ini yang menjadi “AKTOR” politik untuk membonsai PKS adalah giliran
BAWASLU. Tak tanggung-tanggung, yang dipanggil adalah Presiden PKSnya
secara langsung, Anis Matta.
Kemudian media ramai menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh
PKS tentang pelibatan anak-anak pada saat pelaksanaan kampanye perdana
akbar di GBK.
Logika
sederhana, padahal yang punya gawean adalah DPW PKS DKI Jakarta, bukan
pengurus pusat DPP PKS. Seandainya ingin memanggilpun, maka seharusnya
yang pertama kali dipanggil adalah ketua panitia atau ketua DPW PKS DKI
Jakarta untuk dimintai keterangan. Selain itu, panitiapun juga sudah
mengeluarkan himbauan untuk tidak melibatkan anak-anak dalam kampanye
tersebut. Berbagai upaya untuk meminimalisir keterlibatan anakpun sudah
dilakukan, salah satunya dengan cara menyediakan arena bermain untuk
anak-anak selama acara kampanye perdana PKS di Gelora Bung Karno
berlangsung. Oleh karena itu bisa disimpulkan, pemanggilan Presiden PKS
Anis Matta tersebut tidak lebih dari sekedar framing yang sengaja di
bentuk untuk mengarahkan opini masyarakat. BAWASLU yang memberi umpan,
dan media yang mengeksekusinya.
Tidak
hanya itu, ingatan public kepada kasus impor sapi pun juga coba
dibangkitkan kembali oleh media sejak hari kamis 20 maret 2014 lalu.
Maka sempurna sudah drama politik untuk membonsai PKS yang melibatkan
banyak pihak termasuk media sebagai salah satu actor utamanya.
Membaca Realitas…..
Melihat
realita yang terjadi dan dalam mensikapi serangan yang bertubi-tubi
terhadap PKS akhir-akhir ini, setidaknya ada beberapa hal yang bisa
membawa dampak positif untuk PKS di masa yang akan datang sebagai tulang
punggung negara modern seandainya bisa dikapitalisasikan, yaitu:
1. Situasi
ini bisa digunakan oleh PKS maupun kadernya untuk melakukan mapping
terhadap setiap individu, elit politik, pengamat politik, ormas, media,
institusi bisnis dan institusi-institusi lainnya untuk mengukur tingkat
relasi mereka terhadap PKS. Dari mapping ini, setiap kader PKS bisa
mengukur dan mengetahui sikap orang-orang yang berada di sekitarnya
terhadap PKS. Dari mapping ini, kita juga bisa melihat motivasi dasar
yang melatar belakangi sikap mereka terhadap PKS dan merumuskan
treatment terbaik apa yang akan diberikan kepada mereka di masa yang
akan datang yang bisa dikapitalisasikan menjadi modal besar bagi PKS.
Puzzle-puzzle yang berserakan tersebut, kemudian bisa dikumpulkan dan
disatukan untuk memahami setiap motif yang melatar belakanginya.
Dari
sekian banyak motif yang nampak di permukaan, kami melihat, motif
ideology menjadi salah satu hal yang mendominasi latar belakang sikap
sinisme sebagian pihak terhadap PKS. Jika diamati pergerakan orang-orang
yang ada di social media, maka bisa didapati secara umum bahwa mereka
yang selama ini melakukan kritik baik rasional maupun irrasional,
bullying dan pembentukan opini negative terhadap PKS selama setahun
terakhir adalah pihak yang sama, yang juga memberikan dukungan penuh
atas pencalonan Jokowi sebagai Presiden RI.
Selain
itu, analisa salah seorang tokoh agama Kristen yang mengatakan akan
terjadinya kerusuhan jika jokowi gagal terpilih sebagai Presiden RI dan
sinisme Yunarto Wijaya, seorang pengamat politik yang beragama katholik
terhadap kampanye perdana PKS yang seharusnya bisa bersikap netral,
seolah mengkonfirmasi akan kebenaran adanya motif ideology dibalik
serangan terhadap PKS selama ini.
Walaupun
berkali-kali para petinggi PKS telah menunjukkan sikapnya yang
menghormati pluralitas dan keberagaman yang ada di Indonesia dan salah
satu buktinya dengan melibatkan paduan suara Gereja pada kampanye PKS.
Namun nampaknya sebagian dari saudara sebangsa kita yang berasal dari
kaum minoritas masih memiliki prejudice terhadap PKS. Tentu hal ini akan
menjadi pekerjaan rumah PKS untuk mengelola dan membangun komunikasi
yang baik dengan berbagai pihak dan golongan guna mencapai sikap
kesepahaman terhadap sesama anak bangsa.
2. Situasi
ini juga bisa digunakan untuk melihat efektifitas dari mesin politik
PKS itu sendiri. Adanya serangan bertubi-tubi dari berbagai pihak dengan
berbagai resources yang dimilikinya serta kampanye negative yang
dilakukan oleh media (media framing), maka apa bila PKS berhasil meraih
kemenangan, hal ini akan mampu meningkatkan moralitas kadernya dalam
jangka panjang.
Akan
muncul keyakinan bahwa PKS besar bukan karena media tetapi karena kerja
keras kader-kadernya. Kemenangan PKS menunjukan akan adanya dukungan
besar masyarakat terhadap PKS yang tidak bisa diragukan lagi. Dukungan
yang lahir yang didasari atas adanya kontribusi yang nyata kader-kader
PKS selama ini di masyarakat. Maka jika dukungan massif masyarakat
benar-benar terjadi terhadap PKS, ini menunjukan adanya fase peralihan
rasionalitas masyarakat terhadap media dan pencitraan. Bukan lagi
masanya pencitraan yang berbasis media dan pembentukan opini, tetapi
beralih menjadi pencitraan yang berbasis reputasi. Reputasi yang
dibangun oleh kerja keras, profesionalitas dan pelayanan yang paripurna
terhadap semua elemen dan golongan bangsa ini.
Sebagaimana
Rasulullah SAW, secara pencitraan, beliau dirusak nama baik dan
reputasinya di Mekah. Akan tetapi masyarakat Mekah tidak akan pernah
bisa melupakan fakta bahwa beliau adalah seseorang yang bergelar Al
Amin.
Apa bila point kedua
itu benar-benar terwujud, maka bersiap-siaplah akan adanya peralihan
sejarah baru masyarakat Indonesia, sebagaimana ciri-ciri Gelombang
Ketiga yang sudah diperkenalkan Presiden PKS pada setiap kesempatan
pidatonya.
Ayo…kobarkan semangat Indonesia…!
Wallahu álam Bishshowab
Toto Suryawan Aditama
(Ketua Bappilu PIP PKS ANZ untuk wilayah Victoria)
Melbourne, 21 Maret 2014
Sumber : Kompasiana (Original)
No comments:
Post a Comment
Pembaca yang baik meninggalkan jejak..