Monday, September 27, 2010

teguh berdakwah

Islam adalah rahmatan lil’alamin… rahmat bagi semesta alam. Didalamnya adalah manhajal hayat, yang berisi tentang perintah dan larangang terhadap manusia dalam mengarungi garis takdir kehidupan yang telah ditetapkan dalam lauh mahfudz.
Sungguh kontras, karakter asal ajaran ini tidak serta merta dapat diterima sebagai satu pegangan hidup oleh setiap manusia. Begitu banyak tantangan dan kecaman yang muncul untuk mengikis eksistensi Islam sebagai agama yang salim. Mereka menjerembabkan qonun Allah ini kedalam stigma kemungkaran kemanusiaan. Menjalankan ajaran agama Islam ini, berarti telah merampas sebagian hak asasi manusia sebagai mahluk merdeka, berpendidikan, bermartabat, dan setara. Tidak cukup dengan itu, umat Islam diteror secara fisik, ditindas sebagai kaum yang lemah dan tidak memiliki hak hidup. Lihatlah, umat Islam bagaikan sepotong roti yang diperebutkan.
Namun demikian, justru medan seperti inilah yang Allah gunakan sebagai tool untuk menguji kekasih-kekasihnya. Manakah diantara para manusia yang ikhlas mencintai Allah dan rasulnya, dan manakah yang tidak ikhlas mencintai Allah dan rasul-Nya, dan atu manakah yang justru membelot mengikuti ajakan syethon untuk mengingkari Allah SWT.
“ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu[788] dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Ibrahim:27)
Sungguh berat medan dakwah yang dihadapkan oleh para da’I, dalam menegakkan kalimat Allah. I’la likalimatillah bukanlah satu jalan yang mudah, penuh rintangan, friksi dan tantangan. Bukan karena kemiskinan harta seorang da’I hingga ia harus menderita dijalan dakwah, atau karean ia golongan tertentu dari sebuah suku, atau karena ia seorang wanita, atau karena ia seorang yang belum dewasa. Sesungguhnya sejarah telah banyak mencatat kepahlawanan agung yang ditorehkan oleh para da’I tidak memandang kelas dunia yang dimilikinya.
Saksikanlah kesakitan bilal bin rabbah dalam keteguhan pendiriannya dalam perkataan ahad, saksikanlah kesabaran ……, pengorbanan…..,
Mereka adalah para mujahid. Besar pengorbanan mereka dijalan dakwah, tinggi cita-cita mereka menginspirasi generasi sesudahnya untuk memberikan yang lebih baik.
Pernahkah kita membayangkan berada disisi … bin umar, yang telah menaklukan konstantinopel? Ia adalah panglima perang sekaligus imam yang zuhud bagi kaum muslim. Ketegaran hatinya dalam memperjuangkan Islam membuahkan hasil kemenangan kedua visi rasulullah setelah menaklukkan persia.
Lalu siapa kita?
Pantaskah kita disebut sebagai seorang da’i? mujahid? Yang karena friksi yang sederhana lalu membuat kita merasakan kesempitan Dunia? Atau hanya karena merasa tidak cocok lalu kita pergi begitu saja? Atau karena merasa bahwa keberterimaan menurun lalu menghilang dari peredaran?
Tidak,,.. tidak cukup. Berkacalah dari para mujahid yang telah berkorban begitu besar demi memperjuangkan ajaran Islam. Demi mewujudkan Islam Rahmatan lil’alamin. Mereka tidak mengejar kehidupan dunia, mereka mencintai Allah dengan Ikhlash, mereka menanti-nantu janji Allah dengan wajah yang penuh keceriaan dalam sempitnya dunianya dalam berdakwah. Mereka tahu bahwa Allah SWT tidak pernah meninggal mereka meski dalam hitungan detik sekalipun. Allah lebih dekat dari urat nadi bagi mereka.
Menjadi seorang aktivis dakwah yang tegar dijalan dakwah bukanlah satu proses yang instan. Tidak terjadi dalam hitungan standar pesulap. Ia berlangsung bertahap dan dalam durasi yang tidak sedikit. Sampai ia sampai pada satu fase keimanan yang makrifat.
Juga bukan kontribusi yang banyak lalu seorang aktifis itu dapat dikatakan sukses dalam berdakwah, karena sesungguhnya ia sangat rentan untuk menipu, menipu Allah dan Rasul-Nya, menipu kawan-kawannya dan bahkan ia menipu dirinya sendiri.
Seperti ketika seorang badui menghadap rasulullah lalu mengatakan bahwa ia beriman, tetapi oleh rasulullah ia dikatakan agar mengatakan aku berislam. Disini terdapat satu perbedaan yang sangat signifikan hanya dalam satu peristilahan yang sangat sederhana yang ditunjukkan oleh Rasulullah kepada umatnya. Seseorang tidak serta merta dikatakan beriman bila ia tidak melewati fase-fase atau tingkatan keimanan yang disampaikan dalam ajaran Islam. Membutuhkan satu proses yang panjang dan kemampuan untuk memicu diri menjadi pribadi yang santun dalam berdakwah dan tangguh dalam menyampaikan risalah Islam.
Inilah pesan yang disampaikan oleh Yusuf Qorhowi, bahwa kualita itu lebih utama dibandingkan dengan kuantitas.
Lalau Ilmu atas amal.
Oleh karena itu
Berilmulah
Merasa keren, jadi aktifis (banyak beraktifitas) tidak kurang kerjaan, seharian waktu habis digunakan untuk syuro’ atau EO agenda, begitu berlangsung setiap waktu, sehingga membuatnya merasa tak memiliki waktu untuk ikut kajian, ‘ulumul Qur’an, fiqh sunnah, fiqh ibadah, atau kajian siroh nabawiyah yang terprogram dan terencana, bertahap dan berkelanjutan. Satu-satunyan sumber ilmu yang dimilikinya adalah pengalaman, ketikan jadi EO dan ketika Ia syuro’. Sesekali hasil diskusi dengan beberapa sahabat sesama aktifis. Seperti menggenggam dunia katanya.
lalu karena aktif ia diangkat pada posisi yang strtegis. Sungguh tragis, bukan kebijakan yang mendukung berjalannya dakwah sesuai syariah yang dibuatnya, tapi lebih karena pengalaman yang mengajarkannya. Tidak cukup bung!!!
Dakwah adalah satu aktifitas yang harus didasarkan pada pengetahuan, ilmu. Dan menuntut ilmu adalah satu-satunya cara yang harus ditempuh untuk membuat kita merasa menjadi aktifis dakwah. Karena ilmu adalah apa yang kita sampaikan.
Ilmumu akan menjagamu dari kemurkaan Allah SWT.
Beramalah
Inti dakwah itu adalah beraktifitas, beramal. Menyeru manusia pada jalan yang diridhoi Allah. Beramalah sebanyak yang kau bisa lakukan.
Konsistenlah
Sesungguhnya tidaklah dianggap seorang muslim itu beriman, melainkan ia akan di uji. Dan ujian yang paling berat dalam berdakwah adalah konsistensi amaliyah dakwah. Begitu banyak godaan yang akan menghampiri seorang aktifis dakwah untuk meninggalkan jalan dakwah, dan memilih pergi untuk satu jalan yang menurutnya itu lebih baik.
Tidak ada cara lain, jika kita ingin sukses dalam berdakwah, maka kita harus menjaga ketekunan arah geak kita dalam berdakwah. dan konsistensi itu hanya bisa dilakukan dengan besarbar. Yakinlah dengan janji Allah pada orang-orang yang mengkhitbahkan dirinya dijalan dakwah, lalu ia bersabar.
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Ali Imran:195)

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik meninggalkan jejak..