Thursday, May 28, 2009

Kritik itu ternyata : Hadi Rismanto

seorang ilmuan berkata tentang dirinya, "sesungguhnya yang kulakukan adalah mendeskripsikan apa yang telah Tuhan berikan padaku, dan dunia".

dari sekian banyak orang yang menjadi perhatianku saat ini adalah Al Akh Hadi Rismanto. tentu anda akan bertanya mengapa? bermula dari postingannya di FB tentang apa jadinya fakultas ini jika dipimpin oleh orang-0orang yang jumud al-stupid. ternyata pernyataanya tersebut menggemparkan suasana di BEM, beberapa orang mengindikasikan pernyataan tersebut tertuju pada seseorang yang notabene adalah seorang nomer satu di BEM, namun beberapa spekulasi tidak sebatas itu saja, dugaan pun semakin melebar. yang jelas aku pun tak tahu apa maksud dari Al Akh menuliskannya, untuk siapa dan mengapa? semua itu akan terjawab ketika ia sendiri yang mengatakannya.

tapi usut punya usut, ternyata tidak hanya sekali ini ia membuat kehebohan (tolong baca sampi habisa ya..) yang pertama dia mengrim sms kepada saudara anang, yang meminta agar jam malam bagi perempuan di berlakukan di BEM, karena ia merasa malu dengan kritikan dari fakultas lain yang menyinggung keberadaan perempuan sampai larut malam di sekretariat BEM. yang kedua, al Akh masih lewat sms, mengatakan bahwa BEM sudah nampak seperti terminal.

entahlah apa maksudnya...

namun disisi lain semua pernyataan tersebut menuai sebuah kritik yang cukup pedas dari beberapa petinggi BEM FT UNY, terlebih Al Akh adalah juga salah satu anggota BEM, semua sindiran dan hujatanpun tak terelakkan dilayangkan pada sosok al akh saat rapat PH. dikatakan bahwa sekian pernyataan al akh tidak beralasan dan memancing emosi.

whats up, whats wrong?

di awal saya mengatakan bahwa saya al akh menjadi perhatian saya, dan jujur untuk orang sekaliber al akh, saya jadi iri. saya sangat ingin seperti posisinya saat ini. beberapa hal yang membuat saya melakukannya yaitu:

1. ternyata masih ada orang yang peduli dengan BEM FT UNY dalam konteks kemakrufan.

"ia mempertanyakan keberadaan perempuan yang masih berada di sekretariat, ketika waktu telah menunjukan larut, dan menyarankan jam malam diberlakukan". sebuah inisiatif yang brilian, dan saya yakin pasti banyak yang akan membenarkannya.

2. ternyata ia adalah orang yang memilik loyalitas yang tinggi terhadap kemajuan BEM

"karena rupanya yang mampu memberikan ekspektasi dan segera menyadari bahwa,terdapat sebuah permasalahan di bem adalah dia".

3. dan dia adalah satu-satunya orang dari 4000 mahasiswa yang ada di fakultas Teknik tercinta kita yang mau memberikan kritik dan saran atas sebuah lembaga kemahasiswaan bernama BEM dan itu dianggap salah

kini aku merasa malu pada diriku sendiri, sebagai bagian dari anggota BEM, aku masih belum mampu mengekspektasikan keberadaanku...
semoga semua itu dapat membuatku lebih mampu mengintrospeksi diriku sebagai dari BEM FT UNY,...

Wednesday, May 27, 2009

ngawur

aku berharap bisa bertemu kamu sayangku, sangat kurindukan kamu ada disisiku tak peduli walu harus ku hadapi seribu orang untuk menjelaskan betapa aku tak sanggup berpisah denganmu susah bener sih....

Nyoba

akauakuakdsfhalsdifha;sdofi srgsdfgsdfgsdfgsdfg

sdfks'adfks'adifh'asdfgsdfgsdfgsdfgsdfgsdfgsdfgsdfgsdfgsdfgsdfG:aijsrglajw'giahsdifhawkhas;igh'aiwrhgas
sdflajsdfaosjdf
asdflsdp'if
asdfkhasd'f
asdf;ja'psdof
asdfjoasdf

Nyoba lagi dan lagi

akhirnya aku ngedit anyar meneh, nyoba aja.... sapa tahu berminat.. oya kawan perkenalkan nih anjing pudel kesayanganku

Nyoba lagi

tpik apa saja, yang terpenting adalah perjuangan dalam melihat apakah yang terjadi adalah sebuah kebenaran ataukah sebuah kebenaran yang tertutupi

kajdfakljfa;dkfja;skdfj'asdfljasdfljasdl;fja'sdflja'dfj'asdlfdf;khsihas;giahs[rfgafgafsg

Raha, Kabupaten Muna, Sultra

Kota Raha nyaris tak dikenal masyarakat luas. Dia bukan kota dagang, juga bukan kota wisata. Raha hanya sebuah kota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Muna sejak tahun 1960. Di zaman Belanda, Raha adalah ibu kota pemerintahan onderafdeling Muna (setingkat kabupaten).

Pada saat air surut, Raha ketambahan daratan pantai selebar 800-1.000 meter ke arah laut Selat Buton. Namun, daratan semu itu cenderung menjadi kawasan kumuh akibat limpahan sampah dan limbah rumah tangga warga kota.

Sampah dan limbah bersumber pula dari pelabuhan yang berlokasi di pantai tersebut. Selama jangka waktu yang lama, daerah pelabuhan Raha menjadi tempat pedagang kaki lima
menjajakan bahan makanan dan aneka kebutuhan lainnya kepada penumpang kapal lokal yang transit di sana.

Bahkan, kehidupan malam kota Raha di masa lalu sebetulnya hanya berdenyut di daerah pelabuhan dengan kehadiran pedagang kaki lima, mulai sore hingga pukul 22.00 Wita. Waktu tersebut merupakan jadwal kedatangan kapal-kapal penumpang dari Kendari dan Bau-Bau.

Selepas waktu tersebut, Raha kembali senyap. Aktivitas warga di siang hari lebih diwarnai kegiatan kantor pemerintahan. Kegiatan bisnis hanya terpusat di kompleks Pecinan dengan jejeran puluhan petak rumah toko. Warga Tionghoa tersebut dibawa Belanda dari Jawa dalam rangka menghadirkan kelas sosial menengah sebagai mitra pemerintah kolonial di wilayah onderafdeling Muna.

Kawasan olahraga

Daerah pasang surut itu pada tahun 2002 oleh Bupati Muna Ridwan digagas menjadi kawasan pengembangan sarana olahraga yang dapat dibanggakan bukan saja rakyat dan pemerintah Kabupaten Muna tetapi juga Sulawesi Tenggara.

Pembangunan kawasan olahraga dengan penyediaan sarana dan fasilitas modern diharapkan menjadi daya tarik sehingga makin banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke kota kecil di tepi Selat Buton itu.

Maka, Raha pun kini tampak menggeliat, berusaha bangkit dari tidur yang panjang. Daerah pasang surut dengan luas sekitar 200 hektar mulai diuruk dan dibangun bertahap menjadi kawasan tertata rapi dan membuat kota itu bersinar dipandang dari laut.

Untuk mengabadikan Raja Muna yang terakhir, kawasan itu diberi nama Kawasan Olahraga La Ode Pandu. Di kawasan itu sekarang berdiri megah gedung olahraga serbaguna berkapasitas 3.000 orang, stadion kolam renang berdaya tampung 1.000 penonton dengan menara loncat indah standar nasional, dan sebuah kolam arena dayung.

Sebagai uji coba upaya membangkitkan Raha menjadi kota wisata bernuansa olahraga, Pemerintah Kabupaten Muna menyelenggarakan Porda (Pekan Olahraga Daerah) Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Juli 2007. Pada saat membuka pekan olahraga itulah Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault mendeklarasikan Raha sebagai pusat pengembangan olahraga perairan di kawasan timur Indonesia.

Pertimbangannya, Raha telah memiliki sarana dan fasilitas olahraga perairan yang memadai seperti cabang dayung, renang, loncat indah, polo air, selam, dan ski air. Bukan cuma itu. Kabupaten Muna selama ini menjadi gudang atlet dayung berprestasi di tingkat nasional, Asia Tenggara, dan dunia.

Tercatat, misalnya, Jumina dan Hasima adalah srikandi Indonesia asal Muna yang pernah mengukir emas di pekan olahraga Asia Tenggara beberapa tahun silam. Khusus kolam arena dayung, seperti dikatakan Ketua KONI Kabupaten Muna Laode Saera, Menteri Adhyaksa menjanjikan dana pembangunan bagi peningkatan dan penyempurnaan sarana maupun fasilitas yang telah dibangun pemerintah kabupaten.

Kolam arena dayung tersebut akan diperluas dari 1.150 x 100 meter menjadi 2.200 x 120 meter. Fasilitas yang harus dibangun antara lain hanggar perahu, tribun, menara kontrol, asrama atlet, dan ruang latihan fisik para atlet. Kawasan Olahraga La Ode Pandu masih akan dilengkapi dengan sebuah stadion olahraga untuk cabang sepak bola.

Tetapi, proyek ini ditempatkan pada urutan berikutnya setelah program pembangunan sarana dan fasilitas olahraga perairan. Di kawasan itu disediakan pula kapling untuk pembangunan industri perhotelan, restoran, dan pusat perbelanjaan. Para pemilik modal diharapkan berminat melakukan investasi di kawasan siap bangun tersebut.

Tuan rumah

Upaya Bupati Ridwan mendobrak kebekuan kota Raha dinilai banyak pihak cukup berhasil. Kawasan Olahraga La Ode Pandu telah berfungsi sebagai ruang publik, obyek rekreasi bagi warga kota yang kini sekitar 110.000 jiwa. Obyek paling ramai adalah stadion renang.

Seperti dijelaskan seorang penjual karcis di pintu masuk stadion itu, pengunjung berkisar 300-500 orang setiap hari. Pada hari libur bisa mencapai 700-1.000 orang. Kebanyakan dari kelompok anak-anak dan remaja yang belajar renang dan loncat indah.

Pengunjung gedung serbaguna juga banyak, umumnya para pencinta olahraga bulu tangkis. Secara fungsional, bangunan gedung tersebut didesain untuk penyelenggaraan kejuaraan cabang bulu tangkis, bola voli, dan bela diri.

Untuk lebih menggairahkan kota Raha sebagai kota wisata olahraga, Pemerintah Kabupaten Muna bersama KONI setempat tinggal meningkatkan lobi dan melakukan koordinasi intensif dengan pengurus cabang olahraga tingkat provinsi maupun pusat terkait kesiapan kota itu menjadi tuan rumah penyelenggaraan kejuaraan daerah, regional, dan nasional.

“Dalam tahun 2008, Raha akan menjadi tuan rumah kejurnas dayung yunior,” tutur Ridwan. Bahkan, lanjut Bupati Muna tersebut, Raha juga telah menyatakan kesiapan menjadi tuan rumah kejuaraan dayung se-Asia pada tahun 2009.

Terkait dengan event 2009 itu, Pemda Muna berusaha mengoperasikan kembali Bandara Sugimanuru, 26 kilometer dari kota Raha. Bandara tersebut pernah dioperasikan pada tahun 1980-an untuk melayani penerbangan perintis.

Lokasi Raha sebetulnya cukup strategis karena dapat dijangkau transportasi darat dan laut. Dari Kota Kendari atau Bau-Bau, kota itu bisa dicapai dengan mobil melalui lintas penyeberangan Torobulu-Tampo, atau Bau-Bau- Wamengkoli. Pelabuhan Raha juga dilalui kapal penumpang rute Kendari-Bau-Bau dengan frekuensi dua kali sehari.

(sumber:kompas.com)


Asrama Muna

Tak pernah terpikir, kapan aku bisa pergi bersilaturahmi ke asrama anak muna ya?, udah lama aku ingin kesana, hasrat bahwa aku anak muna hampir tak terbendung lagi, tanah kelahiranku akan kucurahkan semua sumberdaya yang kumiliki ketika kau kembali kesana, semua hal mengingatkanku pada mereka yang selalu menjadi bagian dalam kedewasaanku...
muna, raha, kambara, tiworo, smanstik, semua penuh dengan kenangan yang tak akan pernah kulupakan, dan terus menjadi penyulut semangat dalam kehidupanku...!

Iseng Aja

lagi iseng aja,, yang penting ga ngisengin orang
kapan lagi bisa kayak gini

in juga sama met menikamati aja

Suara Cinta

tentang cinta tak banyak aku bisa menjelaskan deskripsinya, tentang rindu pun sama.keabsreakan sifat merekan memengendapkan ribuan tanya dan jawabhaya bisa merasakan, dan definisi yang tak berwujud :)
bangunlah dalam keheningan hati yang pernah kaulakukan, jadilah dirimu karena sesungguhnya menjadi dirimu sendiri lebih mulliya dan terhormat:)

Tuesday, May 26, 2009

Daftar Pemandu Ospek FT UNY 2009 Sementara





No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
Nama

bagas dwi anggita
Aan Lukman Anrulloh
Aan Munawaroh
Abdul rozak
Adinda Farrah Diba
Agung Hari Hartomo
agus irawan
Ahmad Faiq Abror
Ahmad Hidayat
Ahmad Syafi’I N. H
ahmad syarif
Ahmad Thoriq
ali nugroho
ali nugroho
alia r.
Ananda Marcel S.
Andhika Lady Maharsari
andi aula
Andiaka sapta agung
Andrew Cahya
andy
Arum Setiya
arum yuni
aziz
Bayu aryoyudanta
Bayu Saputra
Beny Tri Atmoko
Bexzy kurnilasari
Bobi khoerun
cahyono yulianto
candra arikuntoro
Cecep Haryatno
cuti kusumastuti
damayanti
desi ana ekafati
Dessi Ana Ekafati
deti lestyorini
Dodi martanto arifin
Donny Pradipta
dwi budi arnita
dwi ika purwanti
dwi rani p
dyah prafitri d
edi setiawan
eka arsidi mei s
Eka Wahyu Yuliasari
eko apri setiawan
Eko Junianto
eko supryadi
eko wibowo saputro
erdita rahayu
Erly Sudesta
Erwan Eko Prasetyo
Fadliansyah
Fara Sofia Makarim
fatimah auliya
Fattah Muhzami L.
fitri ardiyani
Fredi Prima Sakti
Herdi Bangkit Pandu
I wayan rentanu
Indita kasmiranti
ito dwi adha
Kasan yanuar
khusnalia dian maharani
Kikin lestari
m. hadiasmaja
M. hudi nursalim
maya indera sumunar
miftah
mila astriana
muh rifqi fatoni
Muhammad Latif
Muji rahayu
Nanik Kristiana
natalia dewi susanti
Nicolas Indarato
Nova devid setiyarsa
Noverry awan
novi mega n
nur ikomah
nurul widyastuti
nurul widyastuti
Pandik achmad
Prastika Febriastuti
puput zahiroh
Rahmad rismawan
rahmat samsul bashori
Ramada Bama Sulistyanto
Reni maemunah
rifa khoirunisa
Rifta andria p
Riski Wahyu Purnomo
Ritaudin
Rizam Yudinar
Rizka Septyaningsih
Rizki Setiawan
Rizky Agustya
Roma Afri Yanto
Rosyida Ramadhani
Seno Catur S.
septiati norita sari
sigit apriantoro putro
siti aisyah
Siti Istiqomah
siti solekah
tantri setyaningsih
titrin anggun novi anti
Tri Retno Arian Dani
Uditya Ika Septiana
Untung Kurniawan
Vivianti
weny kristiani
Widya Wati Abbas
Wina Sri Irmaya
Yohanes Pangaribowo
yorra lufy la rindy
yudha bayu
yudi bakti
yulisa nur filiani
zuswinda nur utami
Prodi

PTSP
PTBB
Elektro
PTBB
PT. Elektronika
t mesin
PT. Elektronika
PT. Otomotif
PT. Mekatronika
pt elektronika
PT. Elektro
pt mesin
T. Mesin
ptbb
PT. Elektronika
PT. Informatika
pt elka
Elektronika
PT. Otomotif
pt informatika
PT. Elektronika
ptbb
pt otmotif
Elektronika
PT. Elektronika
PT. Mekatronika
Gana
Elektronika
t elektronika
pt. elektro
PT. Otomotif

ptbb
ptbb
PTBB
pt informatika
Elektro
PT. Elektronika

pt informatika
pt informatika
pt mekatronika
pt. otomotif
pt busana
PT. Informatika
pt oto
PT. Otomotif

pt otmotif
pt informatika
PT. Elektronika
PT. Elektronika
PTSP
PTBB

PT. Mesin
pt busana
PT. Elektro
PT. Otomotif
t. Elektronika
Gana
pt informatika
Elektro
pt informatika
Gana
pt informatika
pt elektronika
tata rias
ptbb
pt busana
pt mekatronika
PT. Elektro
Gana
PTBB
t busana
PT. Mesin
Elektronika
Elektro
pt sipil dan prencanaan
pt busana
pt informatika
pt boga
Elektronika
PT. Informatika
pt elektronika
Mesin

PT. Mekatronika
Elektronika
pt informatika
Sipil
PT. Mekatronika
PT. Elektronika
PT. Elektronika
PT. Elektro
PTSP
PTBB
PT. Mesin
PT. Informatika
PT. Mesin
pt busana

pt elektronika
PTBB
pt busana
pt busana
t boga
PT. Elektronika
PT. Elektro
PT. Elektro
PT. Informatika
pt busana
PT. Elektro
PT. Elektro
PT. Mesin
pt busana
T. Mesin
pt elka
pt elektronika
pt informatika

Kepemimpinan Dalam Organisasi

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Tiada organisasi tanpa pimpinan. Courtois berpendapat bahwa ”kelompok tanpa pimpinan seperti tubuh tanap kepala, mudah menjadi sesat, panic, kacau, anarki…”. Sebagian besar umat manusia memerlikan pimpinan, bahkan mereka tidak menghendaki yang lain daripada itu, demikian pendapat Yung. Dalam beberapa pengertian organisasi ditegaskan adanuya kepemimpinan sebagai salah satu factor organisasi, misalanya pendapat Ralph currier Davis yang menyatakan “organization is any group of individual that working to ward some common end under leadership”.
Dalam skala puraba, interakasi antar manusia dalam segi atau teknik berkomunikasi baik untuk menyampaikan informasi ataupun mempengeruhi terus berkembang. Individu yang paling berkuasalah yang pada akhirnya menjadi pemimpin dan pusat rotasi kehidupan dalam sebuah kelompok, segala kebijkan dan pengambilan keputusan menjadi wewenang sang pemimpin dan tak biasa diganggu gugat dengan alasan apapun. Peradaban manusia tertua di Dunia, dikenal system pemerintahan dimana pemimpinnya memiliki kekuasaan dalam menyelesaikan peramasalahan umum, melalui perkataan sang pemimpin dalam hal ini adalah raja, sehingga terkadang keputusan-keputusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi, karena keputusan-keputusan tersebut sangat bergantung pada karakteristik dan sifat serta orientasi sang pemimpin.
Pemimpin merupakan figur yang sangat sentral, ia bertanggung jawab terhadap kemajuan komunitas yang dipimpinnya. Dalam organisasi, baik organisasi dalam ruang lingkup kecil sampai ruang lingkup yang besar, segala aktifitas berupa hubungan antar satuan perangkat kerja.
Dunia interaksi antara seorang pemimpin dan yang dipimpin dalam sebuah oragnisasi selalu menimbulkan warna yang selalu berbeda, mengingat bahwa setiap orang memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda antara satu dan yang lain, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat-sifat kepomimpinan yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi, semakin ia mampu menempatkan diri dalam kondisi tersebut dengan kepemimpinan yang dimilikinya tentu situasi akan membaik dan menjadi sumber penggerak yang kuat dalam meningkatkan produktifitas kerja anggota dalam organisasi sehingga tujuan dari organisasi dapat terwujud secara maksimal
Yang terpenting bagi seorang pemimpin adalah sebuah komitmen bahwa status kepemimpinan yang ia miliki adalah sebuah tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebagai bentuk eksistensi dirinya dalam mewujudkan tujuan sebuah organisasi, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan bagi anggota, dan berdampak positif bagi kepentingan orang banyak.
Setiap organisasi baik itu berupa perusahaan yang mencari keuntungan financial, lembagai swadaya masyarakat (LSM) seperti yayasan, gerakan-gerakan moral maupun organisasi kemasyarakatan selalu mempunyai visi, misi, dan tujuan
Dalam rangka mencapai tujuan cita-cita tersebut, seluruh perangkat organisasi yang dimotori oleh pimpinannya membuat strategi dan taktik serta analisis lapangan yang dilanjutkan dengan perencanaan tugas lapangan, working plan,.
Organisasi efektif dan sefisien dalam mencapai tujuan harus dikelola secara professional. pengelolaan organisasi yang professional akan membentuk budaya organisasi yang professional pula, sebaliknya organisasi yang seadanya sekedar amatiran, tanpa pemikiran yang mendalam dan sistematis serta strategis yang tepat akan menghasilkan budaya organisasi yang seadanya dan pencapaian tujuan organisasi yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari wilayah pencapaian tujuan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan visi, misi serta tujuan serta target waktu yang telah ditentukan apakah itu terlalu cepat atau bahkan terlalu lambat, karena hal tersebut sangat berpengaruh pada peta yang telah dibuat.
Oleh Karena itu sangat penting untuk memahami pemimpin, kepemimpinan dan organisasi secara komprehensif agar tercipta keseimbangan dalam mengelola badan organisasi yang berdampak pada bagaimana pencapaian tujuan organisasi itu sendiri.

B. TUJUAN

Sebuah organisasi yang menyelenggarakan system kerumahtanggaannya, tentu membutuhkan seorang pemimpin yang mengarahkan tujuan dan target yang ingin dicapai dalam periode tertentu. Dan tidak ada yang menjamin apakah semua tujuan itu akan tercapai atau tidak, sebab setiap orang memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda menurut karakteristik pribadi masing-masing. Oleh karena itu makalah ini dapat dijadikan salah satu rujukan dalam mencari informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pemimpin dan kepemimpinan.
Selain itu juga makalah ini dissusun untuk memenuhi tugas matakuliah “Manajemen Insustri”, yang membahas tentanga manajemen, yang didalamnya terdapat factor pemimpin.
C. MASALAH
Beberapa lingkup masalah yang akan kita kaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud degan pemimpin dan kepemimpinan?
2. Apa yang dimaksud dengan organisasi?
3. Bagaimana memimpin dalam organisasi?
4. Apa saja yang menjadi karakteristik dan jenis pemimpin dan kepemimpinan?
5. Hal-hal apa yang menunjukan bahwa sebuah kepemimpinan dalam organisasi itu berhasil?



BAB II PEMBAHASAN
“Kepemimpinan dalam Organisasi”

A. Pemimpin dan Kepemimpinan

Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Banyak muncul pengertian-pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan, antara lain :
Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.
Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah.

1. Pemimpin

Pemimpin berasal dari akar kata pimpin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “Pimpin” mempunyai pengertian bimbing atau tuntun, sedangkan pemimpin adalah orang yang memimpin. (Memimpin: memegang tangan seseorang sambil berjalan (untuk menuntun, menunjukkan jalan, dan sebagainya), mengetuai atau mengepalai (rapat, perkumpulan, dsb), memandu, memenangkan paling banyak, melatih (mendidik, mengajari, dan sebagainya).
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, Balai Pustaka: Depdikbud), dari pengertian memimpin kita banyak sekali menjumpai kata kerja/verb. Berarti dalam pengertian memimpin lebih banyak bersifat aktif dan bukan pasif. Di sini dapat kita lihat pemimpin harusnya adalah seorang yang proaktif yang menjadi perintis/pionir bagi orang-orang di sekitarnya. Bukan sebaliknya menunggu bawahan untuk bersifat proaktif dalam menyelesaikan pekerjaan dan menyelesaikan sisa pekerjaan bawahan yang belum beres.
Seorang pimpinan dalam organisasi apapun memiliki ciri-ciri yang menonjol, di antaranya :
a. Coercive power (kekuatan untuk memaksa), contoh : orang berotot dan kuat, bersenjata yang memaksakan kehendaknya kepada orang lain dan diikuti kemauannya.
b. Reward power (kekuatan untuk memberi imbalan/penghargaan atas hasil kerja seseorang), contoh : seorang General Manager terhadap bawahannya di sebuah perusahaan.
c. Legitimate power (kekuatan yang ditimbulkan oleh pengetahuan, keahlian dan kemampuan tertentu yang dimiliki seseorang), contoh : Profesor, Doktor, Dokter, Pengacara, Ulama, dan lain-lain.
d. Charismatic power (kekuatan yang ditimbulkan oleh kharisma yang dimiliki seseorang) contoh : Bung Karno, Fidel Cantro, terhadap bangsa dan rakyatnya, Kyai terhadap santrinya.
Faktor penentu keberhasilan pemimpin, ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya :
a. Modal Dasar
Modal dasar kepemimpinan adalah sifat dasar seorang calon pemimpin yang terbentuk sejak yang bersangkutan dilahirkan ke dunia. Dengan modal dasar tersebut seseorang sudah bisa mengembangkan diri menjadi pemimpin. Modal dasar penentu sehingga seseorang akan menjadi pimpinan yang efektif, efisien dan produktif di dalam mengelola suatu organisasi maupun kelompok kemasyarakatan, di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Keberanian yang tinggi namun penuh pengertian dan perhitungan.
2) Motivasi, inisiatif dan kreativitas yang tinggi di atas rata-rata kebanyakan orang.
3) Mau berkorban, mau dekat dengan masyarakat pada umumnya serta orang yang akan dipimpinnya.
4) Pantang mundur dalam menghadapi permasalahan dan dapat dipercaya.

b. Modal penentu.
Modal penentu adalah kemampuan yang dikembangkan/dibentuk pada seorang calon pemimpin pada masa hidupnya sehingga menjadi seorang pemimpin yang efektif.
Unsur-unsur modal penentu seorang pemimpin organisasi atau lembaga harus mempunyai cita-cita (visi), misi dan tujuan didalam memimpin organisasi yang dibawahinya. Karena selalu berhadapan dengan manusia lain, maka yang bersangkutan harus bersifat terbuka dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan di sekitarnya baik bawahannya, rekan-rekannya, atasannya, bahkan pihak-pihak terkait (stake holder) yang dapat mempengaruhi efektivitas pencapaian tujuan organisasi yang dipimpinnya.
c. Organisasi
Organisasi adalah kumpulan orang yang secara formal memiliki tujuan yang sama untuk dicapai di mana jika masing-masing individu berdiri secara sendiri-sendiri tidak mungkin mencapainya. Itulah sebabnya di dalam organisasi terdapat proses manajemen komunikasi dan kepemimpinan agar secara bersama-sama setiap individu yang berhimpun dapat membentuk sinergi dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.
Organisasi sebagai sistim kerja menurut Henry Mintzberg dapat dilihat dari berbagai cara, yaitu :
1) Sebagai otoritas formal yang digambarkan o!eh struktur organisasi.
2) Sebagai alur kerja yang diatur.
3) Sebagai komunikasi informal.
4) Sebagai konstelasi (partner) kerja.
5) Sebagai proses pengambilan keputusan secara uci hoc (tim khusus).
Semua ini harus memiliki SOP (Siunclard Operating Procedure) yang dapat menjadi dasar kebenaran pelaksanaan suatu kegiatan di setiap bagian dan unsur organisasi sehingga reward and penalty policy (kebijakan imbalan dan hukuman) organisasi dapat berjalan dengan baik, transparan serta adil.
d. Strategi.
Sebuah organisasi atau lembaga yang telah memiliki visi, misi dan tujuan akan dihadapkan pada bagaimana cara untuk mencapai pada visi, misi, dan tujuan tersebut, dan ini yang dimaksud dengan strategi.
Faktor-faktor yang diperlukan dalam pengembangan diri seorang pemimpin meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Memiliki, dan memahami untuk merealisasikan serta mengembangkan visi, misi, dan tujuan organisasi secara simultan.
2) Memiliki inisiatif sendiri, aktif dan tidak selalu menunggu, selalu bertindak sebagai pionir dan pemrakarsa.
3) Memiliki sifat-sifat universal (menyeluruh) yang baik :
a) Jujur, amanah, dan tidak khianat
b) Berfikir positif
c) Efektif dan efisien
d) Memiliki untuk mengembangkan kemampuan profesi
e) Pendidikan umum yang meluas, (tidak perlu diidentifikan dengan pendidikan tinggi dan pemilikan gelar akademik)
f) Kemampuan berkembang secara mental (pemimpin jika tidak bertumbuh secara mental sesungguhnya telah mulai dengan proses stagnasi dalam kehidupan kepemimpinannya)
g) Ingin tahu, (selalu ingin mengadakan perubahan melalui innovatip dan kreatipitasnya)
h) Kemampuan analistis
i) Memiliki daya ingat yang kuat
j) Kapabilitas integratip
k) Keterampilan berkomuniksi
l) Keterampilan mendidik
m) Rasionalitas dan obyektivitas
n) Pragmatis
o) Sense of urgency
p) Sense of timing
q) Sense of cohesiveness
r) Sense of relevance
s) Kesederhanaan
t) Keberanian
u) Kemampuan mendengar
v) Adaptabilitas dan fleksibilitas
w) Ketegasan
x) Mampu menciptakan nilai-nilai kesamaan/kebersamaan di dalam masyarakat :
i. ke dalam harus memperkuat kerjasama/team work/esprit d’corps
ii. ke luar hidup bermasyarakat dan mencari serta mengembangkan sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan kepercayaan dan kebersamaan.
4) Tujuan adalah pilihan terbaik bersama-sama, pemimpin tidak bisa bekerja sendiri dan untuk diri sendiri.
5) Kepemimpinan adalah suatu proses, integritas (keahlian dan kemampuan), oleh sebab itu harus belajar terus dan mengisi diri tanpa henti.
Sementara itu Sondang (1994) menjelaskan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila :
1) seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan
2) bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinannya
3) ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.
Sedangkan efektifitas kepemimpinan yang seorang pemimpin jalani dapat dikaji dari hal-hal sebagai berikut :
1) Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi dengan sendirinya dapat dialihkan kepada kepemimpinan oleh orang yang sama di organisasi lain
2) Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi tidak merupakan jaminan keberhasilannya memimpin organisasi lain
Pemimpin Visioner

Kebutuhan sebuah komunitas manusia terhadap seorang pemimpin adalah mutlak, sehingga baik buruknya, sehat tidaknya, berhasil atau gagal yang dihadapi oleh sebuah komunitas tersebut sangat bergantung pada kecerdasan seorang pemimpin untuk menjadi seorang pemimpin. Sehingga dalam beberapa literatu diterangkan bahwa majunya sebuah komunitas dalam menjalankan roda kesehariannya pada umumnya kerena komunitas tersebut memilik seorang pemimpin yang visioner
Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).
Kompetensi Pemimpin Visioner
Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:
a. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”
b. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).
c. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).
d. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.
Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:
a. Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.
b. Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.
c. Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.
d. Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu
e. Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.
f. Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.
g. Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
h. Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen dan golongan tertentu.
i. Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.
j. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.
Peran Pemimpin Visioner
Burt Nanus (1992), mengungkapkan ada empat peran yang harus dimainkan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinannya, yaitu:
a. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di mana seorang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang dari "get-go." Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi, mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
b. Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan, lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan. Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung pengambilan adalah juga penting lingkungan yang berubah.
c. Juru bicara (spokesperson). Memperoleh "pesan" ke luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi. Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi-secara internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus "bermanfaat, menarik, dan menumbulkan kegairahan tentang masa depan organisasi."
d. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh "pemain" untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah "pencapaian kemenangan," atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih, lebih tepat untuk ditunjuk sebagai "player-coach."
2. Kepemimpinan
Menurut James A.F. Stoner Hall, kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, menggerakkan, melaksanakan pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan untuk suatu kurun waktu tertentu.
Pada setiap jenis organisasi dan tingkatan, bentuk dan perilaku kepemimpinan berbeda-beda di dalam melaksanakan fungsinya. Seperti dalam organisasi suatu Perusahaan, Lembaga Pendidikan Tinggi, TNI, dan LSM, pendekatan yang dilakukan pemimpin terhadap bawahannya berbeda jauh, demikian pula budaya organisasinya.
Di dalam buku Management of Organizational Behaviour karya Paul Hersey pada bab situational leadership, pendekatan kepemimpinan dibagi dalam empat bentuk yaitu:
a. Direction / instruction / telling approach (pengarahan)
Bagi karyawan pekerja (clerk) pendekatan perintah yang jelas dan tegas adalah pendekatan yang paling tepat, demikian pula dalam menghadapi keadaan darurat (kebakaran, kecelakaan, dll).
b. Promotion/selling approach (promosi).
Untuk memotivasi bawahan pada tingkat manajerial maka menyampaikan gagasan atau turut dalam pengambilan keputusanlpelaksanaan pekerjaan menjadi cara yang lebih tepat karena pada tingkat manajer, akal pikiran, kemampuan serta inisiatif mereka sangat dibutuhkan dan hasil akhir dan dua atau lebih pemikir diharapkan memberi output lebih baik dibandingkan satu kepala saja.
c. Participating approach (peran serta).
Participating approach sering dicontohkan sebagai hubungan antara dosen dengan mahasiswa yang sedang menyiapkan tesis akhirnya.
d. Delegating/delegation of authority approach (pendelegasian).
Adapun pada tingkatan manajemen puncak, pendekatan pemimpin kepada bawahannya lebih menggunakan cara pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dengan terus melakukan monitoring melalui rapat evaluasi rutin. Hal mi juga berlaku bagi organisasi yang produk akhirnya dihasilkan oleh pemikiran-pernikiran intelektual seperti universitas/lembaga pendidikan dan konsultan yang mempekerjakan peneliti ahli dan dosen-dosen yang bertanggung jawab pada pimpinan universitas / pimpinan lembaga pengkajiannya.
berikut adalah tipe-tipe kepemimpinan yang sering digunakan dalam kehidupan berorganisasi secara umum:
a. Tipe Otokratik

Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negative. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk :
1) kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka
2) pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
3) Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:
1) menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
2) dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
3) bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
4) menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan.

b. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.
Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.
c. Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.
d. Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.
Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :
1) pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
2) pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.
3) Status quo organisasional tidak terganggu
4) Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindah yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.
5) Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi berada pada tingkat yang minimum

e. Tipe Demokratik
1) Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
2) Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.
3) Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
4) Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia
5) Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.

B. ORGANISASI

Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip, dan sebagai bahan perbandingan akan disampaikan beberapa pendapat sebagai berikut :
1. Chester I. Barnard (1938) dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan bahwa : “ Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih” (I define organization as a system of cooperatives of two more persons)
2. James D. Mooney mengatakan bahwa : “Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama)
3. Menurut Dimock, organisasi adalah : “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).
2. Menurut Luther Gullick ”organisasi adalah pembagian satuan kerja oleh seseorang yang memiliki wewenang tertinggi dalam struktur, sehingga pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh perintah atasan kepada para bawahan, yang menjangkau dari puncak sampai kebawah di seluruh badan organisasi”
Dari beberapa pengertian organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu :
1. Orang-orang (sekumpulan orang),
2. Kerjasama,
3. Tujuan yang ingin dicapai,
Dengan demikian organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.
1. Ciri-ciri Organisasi
Seperti telah diuraikan di atas bahwa organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan secara lebih rinci organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal,
b. Adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interdependent part) yang merupakan kesatuan kegiatan,
c. Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa; pemikiran, tenaga, dan lain-lain,
d. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan,
e. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
2. Prinsip Organisasi
Prinsip-prinsip organisasi banyak dikemukan oleh para ahli, salah satunya A.M. Williams yang mengemukakan pendapatnya cukup lengkap dalam bukunya “Organization of Canadian Government Administration” (1965), bahwa prinsip-prinsip organisasi meliputi :
a. Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas.
Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya, organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai suatu organisasi, mempunyai tujuan yang ingin dicapai antara lain, memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan lain lain.
b. Prinsip Skala Hirarkhi.
Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.
c. Prinsip Kesatuan Perintah.
Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.
d. Prinsip Pendelegasian Wewenang.
Seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan. Dalam pendelegasian, wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.
e. Prinsip Pertanggungjawaban.
Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.
f. Prinsip Pembagian Pekerjaan.
Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan pembagian tugas/pekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari masing-masing pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.
g. Prinsip Rentang Pengendalian.
Artinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.
h. Prinsip Fungsional.
Bahwa seorang pegawai dalam suatu organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab dari pekerjaannya.
i. Prinsip Pemisahan.
Bahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.
j. Prinsip Keseimbangan.
Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas/ kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks) contoh ‘koperasi di suatu desa terpencil’, struktur organisasinya akan berbeda dengan organisasi koperasi yang ada di kota besar seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya.
k. Prinsip Fleksibilitas
Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuannya.
l. Prinsip Kepemimpinan.
Dalam organisasi apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau dengan kata lain organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan yang digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut.

3. Jenis-jenis Organisasi
Pengelompokan jenis organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
a. Berdasarkan jumlah orang yang memegang pucuk pimpinan.
1) bentuk tunggal, yaitu pucuk pimpinan berada ditangan satu orang, semua kekuasaan dan tugas pekerjaan bersumber kepada satu orang.
2) bentuk komisi, pimpinan organisasi merupakan suatu dewan yang terdiri dari beberapa orang, semua kekuasaan dan tanggung jawab dipikul oleh dewan sebagai suatu kesatuan.
b. Berdasarkan lalu lintas kekuasaan.
Bentuk organisasi ini meliputi;
1) organisasi lini atau bentuk lurus, kekuasaan mengalir dari pucuk pimpinan organisasi langsung lurus kepada para pejabat yang memimpin unit-unit dalam organisasi,
2) bentuk lini dan staff, dalam organisasi ini pucuk pimpinan dibantu oleh staf pimpinan ahli dengan tugas sebagai pembantu pucuk pimpinan dalam menjalankan roda organisasi,
3) bentuk fungsional, bentuk organisasi dalam kegiatannya dibagi dalam fungsi-fungsi yang dipimpin oleh seorang ahli dibidangnya, dengan hubungan kerja lebih bersifat horizontal.
c. Berdasarkan sifat hubungan personal, yaitu ;
1) organisasi formal, adalah organisasi yang diatur secara resmi, seperti : organisasi pemerintahan, organisasi yang berbadan hukum
2) organisasi informal, adalah organisasi yang terbentuk karena hubungan bersifat pribadi, antara lain kesamaan minat atau hobby, dll.
d. Berdasarkan tujuan.
Organisasi ini dapat dibedakan, yaitu :
1) organisasi yang tujuannya mencari keuntungan atau ‘profit oriented’ dan
2) organisasi sosial atau ‘non profit oriented ‘
e. Berdasarkan kehidupan dalam masyarakat, yaitu ;
1) organisasi pendidikan
2) organisasi kesehatan,
3) organisasi pertanian, dan lain lain.
f. Berdasarkan fungsi dan tujuan yang dilayani, yaitu :
1) Organisasi produksi, misalnya organisasi produk makanan,
2) Organisasi berorientasi pada politik, misalnya partai politik
3) Organisasi yang bersifat integratif, misalnya serikat pekerja
4) Organisasi pemelihara, misalnya organisasi peduli lingkungan, dan lain lain.
g. Berdasarkan pihak yang memakai manfaat.
Organisasi ini meliputi;
1) Mutual benefit organization, yaitu organisasi yang kemanfaatannya terutama dinikmati oleh anggotanya, seperti koperasi,
2) Service organization, yaitu organisasi yang kemanfaatannya dinikmati oleh pelanggan, misalnya bank,
3) Business Organization, organisasi yang bergerak dalam dunia usaha, seperti perusahaan-perusahaan,
4) Commonwealth organization, adalah organisasi yang kemanfaatannya terutama dinikmati oleh masyarakat umum, seperti organisasi pelayanan kesehatan, contohnya rumah sakit, Puskesmas, dll

C. PEMIMPIN DALAM ORGANISASI

Pemimpin adalah figur yang harus bisa mengautr seluiruh sirkulasi yang ada di tubh organisasi, agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Membaca situasi dan memetakan “key point” adalah salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kinerja anggota, berawal dari kapasitas seorang pemimpin, visi organisasi, misi organisasi, jumlah anggota, kemampuan anggota, kinerja anggota, peraturan organisasi, dan masih banyak lagi. Aspek-aspek tersebut dianalisis secara komprehensif, agar diperoleh pemetaan yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang menjadi target pencapaian.
Seorang pemimpin tidak akan lepas dari pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan berangkat dari masalah atau, kesempatan. Pengambilan keputusan pada dasarnya memilih alternatif yang terbaik dari serangkaian alternatif yang ada. Ada dua tipe keputusan, yaitu: keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram. Keputusan tidak terprogram ditujukan untuk memecahkan masalah yang tidak muncul secara. rutin, sedangkan keputusan yang terprograrn ditujukan untuk memecahkan masalah yang rutin. Dalam pengambilan keputusan, situasi yang dihadapi oleh manajer dapat bervariasi dari kondisi yang pasti sampai kondisi yang sangat tidak pasti.
Dalam berorganisasi, seringkali kita dihadapkan pada persoalan peran yang kadangkala menimbulkan rasa tidak nyaman bagi si pelaku, disebabkan oleh adanya perasaan tidak puas terhadap tugas yang dijalani sebab ia merasa amanah tersebut tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki apakah kemampuan itu lebih tinggi atau lebih rendah dalam hal ini adalah kebanyakan seseorang mengambil sebuah tanggungjawab karena menginginkan kedudukan yang lebih tinggi, sehingga subtansi dari tugas-tugas yang diembannya menjadi hilang. Dan terkadang hal ini dapat menimbulkan keretakan dalam komunitas tersebut, sehingga mengganggu harmoni yang menjadi kunci kesuksesan dalam mencapai target secara organisatoris.
Yang terpenting bagi seorang pemimpin adalah sebuah komitmen bahwa status kepemimpinan yang ia miliki adalah sebuah tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebagai bentuk eksistensi dirinya dalam kerangka berpikir untuk mewujudkan tujuan sebuah organisasi, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan bagi anggota, dan berdampak positif bagi kepentingan orang banyak.
seorang pemimpin yang baik. dalam rangka membentuk budaya organisasi yang diinginkan seyogyanya menyesuaikan diri, beradaptasi dengan golongan yang sesuai dengan citra organisasi dan diri yang bersangkutan. Jangan sampai sebuah organisasi kemasyarakatan, pendidikan, keagamaan dan lain-lain yang diharapkan dapat meningkatkan mutu lembaganya, mensejahterakan dan menentramkan hidup dan kehidupan setiap individu, bawahan dan stafnya, justru menampilkan sosok pemimpin yang menonjol di bidang coercive power-nya, yang justru menakutkan. Artinya pemimpin harus hadir dengan membawa angin segar yang mengyomi bagi lingkungan organisasi, serta menjadi Icon inspiratif bagi setiap orang yang ada didalamnya, menggunakan jenis kepimimpinan yang tepat serta mau menunjukan kerja-kerja besar dan tidak diskriminatif. Yang terpenting adalah seorang pemimpin bersikap konsisten dalam menyelesaikan tanggung jawab yang di embannya.


BAB III PENUTUP

A. SIMPULAN
Pemimpin berasal dari akar kata pimpin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “Pimpin” mempunyai pengertian bimbing atau tuntun, sedangkan pemimpin adalah orang yang memimpin. (Memimpin: memegang tangan seseorang sambil berjalan (untuk menuntun, menunjukkan jalan, dan sebagainya), mengetuai atau mengepalai (rapat, perkumpulan, dsb), memandu, memenangkan paling banyak, melatih (mendidik, mengajari, dan sebagainya).
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, Balai Pustaka: Depdikbud), dari pengertian memimpin kita banyak sekali menjumpai kata kerja/verb. Berarti dalam pengertian memimpin lebih banyak bersifat aktif dan bukan pasif. Di sini dapat kita lihat pemimpin harusnya adalah seorang yang proaktif yang menjadi perintis/pionir bagi orang-orang di sekitarnya. Bukan sebaliknya menunggu bawahan untuk bersifat proaktif dalam menyelesaikan pekerjaan dan menyelesaikan sisa pekerjaan bawahan yang belum beres.
kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, menggerakkan, melaksanakan pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan untuk suatu kurun waktu tertentu.
Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.
seorang pemimpin yang baik. dalam rangka membentuk budaya organisasi yang diinginkan seyogyanya menyesuaikan diri, beradaptasi dengan golongan yang sesuai dengan citra organisasi dan diri yang bersangkutan. Jangan sampai sebuah organisasi kemasyarakatan, pendidikan, keagamaan dan lain-lain yang diharapkan dapat meningkatkan mutu lembaganya, mensejahterakan dan menentramkan hidup dan kehidupan setiap individu, bawahan dan stafnya, justru menampilkan sosok pemimpin yang menonjol di bidang coercive power-nya, yang justru menakutkan. Artinya pemimpin harus hadir dengan membawa angin segar yang mengyomi bagi lingkungan organisasi, serta menjadi Icon inspiratif bagi setiap orang yang ada didalamnya, menggunakan jenis kepimimpinan yang tepat serta mau menunjukan kerja-kerja besar dan tidak diskriminatif. Yang terpenting adalah seorang pemimpin bersikap konsisten dalam menyelesaikan tanggung jawab yang di embannya.

B. SARAN

Menjadi seorang pemimpin, berarti bertanggungjawab terhadap semua aspek yang tergabung dalam badan atau organisasi yang dipimpinnya, mengarahkan, memotivasi, mengevaluasi, merevisi dan meningkatkan kualitas kerja adalah prioritas utama untuk mewujudkan target yang telah dicanangkan.
Pemimpin berarti bertanggung jawab terhadap segala aspek yang ada di tubuh organisasi, maka menjadi pemimpin yang ideal adalah bertitik tolak pada seberapa besar kepedulian terhadap tanggung jawab yang di embannya, tidak sekedar melihatnya dari segiu kedudukan semata.



DAFTAR PUSTAKA

Ali, M, (2009), “Teknik dan Manajemen Industri”, Universitas Negeri Yogyakarta Press, Yogyakarta

Friska,Kepemimpinan Dalam Organisasi. Fakultas Ekonomi. Universitas Sumatera Utara

Gumilar, S.Sos., M.Si.( 2008), Gumgum. Komunikasi & Kepemimpinan Dalam Organisasi. Universitas komputer Indonesia. Bandung

Sutato(1991), Dasar-Dasar Kepemimpinan dalam Organisasi, Gadjah Mada Uniersity Press, Yogyakarta

http://hmti.wordpress.com

http://www.sabdaspace.org

http://www.situs-indonesia.com

http://www.unisba.ac.id/

Langit Biru

Program langit biru merupakan program yang bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor.

Di daerah perkotaan pencemaran gas buang kendaraan bermotor yang semakin hari semakin bertambah akan mengganggu kesehatan. Oleh karena itu, perlu menumbuhkan masyarakat untuk ikut mendukung program ini. Memang pelaksanaan program ini tidaklah hanya tanggung jawab Pemkot semata, namun perlu keterlibatan oleh berbagai fihak baik masyarakat, industri, usahawan transportasi, dan industri kendaraan.

Di sisi masyarakat, kesadaran untuk mengelola lingkungan hidup secara lebih bijaksana, dan kesadaran ini dirasa masih kurang. Misalnya masih banyak masyarakat yang menggunakan motor tua dengan pembakaran yang tidak sempurna. Masih banyak masyarakat yang tinggal di pemukiman yang seyogyanya untuk kawasan industri yang berpotensi terjadi pencemaran udara dan kebisingan dari aktifitas industri, sehingga kita cukup direpotkan dalam pengelolaannya.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota adalah menata manajemen lalu lintas yang baik. Mengusahakan lalu lintas yang lebih lancar untuk menghindari kemacetan. Kemacetan disadari memberi andil terhadap meningkatnya emisi gas buang kendaraan bermotor. Hal ini disebabkan kendaraan yang bergerak pada kecepatan rendah akan mengeluarkan lebih besar gas buang.

Pemkot perlu menggalakan gerakan penghijauan untuk menyerap CO2 yang dihembuskan oleh polusi-polusi. Penanaman pohon perindang dan penataan taman-taman kota, dimaksudkan sebagai paru-paru kota yang mampu berfungsi untuk menyerap dan menjerap cemaran CO2, SOx, CxHy, kebisingan dan partikulat debu. Pepohonan lebih efektif menjerap debu dan mengurangi cemaran dibandingkan dengan tanaman semak dan tanaman lainnya. Peran pepohonan yang tidak dapat digantikan yang lain adalah berkaitan dengan penyediaan oksigen bagi kehidupan manusia. Setiap satu hektar ruang terbuka hijau diperkirakan mampu menghasilkan 0,6 ton oksigen guna dikonsumsi 1.500 penduduk perhari, membuat dapat bernafas dengan lega.

Setiap tahun jumlah kendaraan semakin bertambah, bahkan mungkin jika kendaraan itu berjajar memanjang disepanjang jalan raya di solo maka hampir penuh dengan kendaraan. Pada saatnya mungkin perlu aturan membatasi mobil-mobil beroperasi ketika angkutan umum massal telah tersedia. Semuanya itu perlu kesadaran masyarakat karena penggunaan mobil pribadi disamping praktis juga karena faktor gengsi, sehingga tidak jarang satu keluarga yang memiliki lebih dari satu mobil.

Dalam jangka panjang perlu dipikirkan upaya-upaya : (a) aturan usia kendaraan, (b) penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, (c) pengembangan teknologi otomotif ramah lingkungan.

Nampaknya pada saatnya perlu adanya aturan pembatasan usia kendaraan, seperti kendaraan usia tua di atas 20 tahun tak boleh beroperasi. Dengan demikian mobil yang bebas bergerak di jalanan akan berkurang jumlahnya dan semuanya haruslah ramah lingkungan. Kendaraan yang telah berusia tua banyak proses pembakarannya tidak sempurna, sehingga berpotensi menimbulkan polusi.

Upaya pemanfaatan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan perlu terus kita galakan seperti bahan bakar yang bebas Pb demikian juga penggunaan bahan bakar gas. Angkutan umum masal pun haruslah kendaraan yang tak berpolusi, seperti harus menggunakan gas. Demikian juga perlu dimulai penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan pribadi.

Pengembangan bio-energi adalah sangat tepat yang lebih ramah lingkungan, Bioenergi yang sekarang baru digalakan mempunyai beberapa kelebihan yaitu merupakan bahan bakar beroksigen, sehingga akan mengurangi emisi CO dan jelaga hitam pada gas buang atau lebih ramah lingkungan, dan tidak mengandung belerang dan benzena yang mempunyai sifat karsinogen, serta dapat diuraikan secara alami, sehingga ramah lingkungan.

Disamping itu pengembangan teknologi otomotif ramah lingkungan yang telah dilakukan oleh industri kendaraan bermotor perlu terus diupayakan, yaitu untuk penyempurnaan dari segi desain maupun perlengkapan treatment emisi gas buang. Dengan masuknya produk sepeda motor dengan energi listrik dengan menggunakan aki perlu direspon dalam rangka mengurangi gas buang kendaraan. Di kota-kota di Cina yang saya ketahui seperti di Bejing, Guangzou dan Guangzi penggunaan speda ontel dan speda motor listrik jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang menggunakan BBM. Mereka diberikan jalur sendiri sehingga tidak terkesan semrawut. Disaat pagi dan sore hari para pegawai nampak berbondong-bondong untuk berangkat dan pulang bekerja, namun tidak terkesan adanya kebisingan dan polusi udara sama sekali.

Kegiatan industri merupakan sumber polusi udara yang tidak bergerak yang harus mendapatkan perhatian untuk dapat ditangani secara serius. Kegiatan industri yang menyatu dengan kegiatan rumah tangga di pemukiman, merupakan sumber polusi udara bagi masyarakat setempat. Pengaturan dan penetapan kawasan industri sering tidak diindahkan baik oleh industriawan atau masyarakat sendiri. Misalnya dalam suatu kawasan industri, karena para pekerja menginginkan dekat dimana dia bekerja, maka berkembanglah kawasan pemukiman disekitarnya. Atau sebaliknya industri didirikan didalam kawasan pemukiman dengan pertimbangan fasilitas dan aksesnya yang strategis dan jangkauan tenaga kerja mudah. Oleh karena itu penegakan hukum pelu dilakukan oleh pemerintah kota. Kita tetap harus berpedoman pada prinsip pengelolaan lingkungan hidup ”Siapa yang mengotori dialah yang bertanggung jawab membersihkan”. Kewajiban pembuatan dokumen dan pelaksanaan UKL (upaya kelola lingkungan) dan UPL (upaya pemantuan lingkungan) harus dilakukan, atau bahkan jika dalam skala besar pembuatan dokumen dan pelaksanaan AMDAL (Analisis mengenai dampak lingkungan) harus dilakukan. Upaya-upaya mengurangi polusi udara seperti pengaturan cerobang asap, pemasangan filter udara, pemilihan sumber energi yang ramah lingkungan dan penghijauan kawasan industri harus terus diupayakan. Menciptakan langit biru dilingkungan kita merupakan kewajiban bagi kita semuanya. Kesadaran akan pentingnya udara bersih perlu ditanamkan bagi segenap warga termasuk para industriawan.




Sunday, May 24, 2009

Doni Kusuma A.

akhirnya ku dapatkan juga referensinya....
pendidikan karakter>>>
Albertus, Doni Koesoema. (2007). Pendidikan Karakter. Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Buku ini merupakan satu-satunya referensi yang saat ini tersedia jika Anda ingin memahami dan mengembangkan pendidikan karakter di lingkungan sekolah Anda. Doni Koesoema A mengupas secara mendalam tema ini dari perspektif sejarah, filsafat, pedagogi dan menawarkan prinsip-prinsip dasar bagi pengembangan pendidikan karakter di lingkungan sekolah. Buku ini layak dibaca oleh para guru, kepala sekolah, orang tua, pengambil keputusan dan masyarakat umum yang mencintai dunia pendidikan di Indonesia.

read online klik here

Pendidikan Karakter


Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter merupakan reaksi atas kejumudan pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme pedagogis Deweyan.

Lebih dari itu, pedagogi puerocentris lewat perayaan atas spontanitas anak-anak (Edouard Claparède, Ovide Decroly, Maria Montessori) yang mewarnai Eropa dan Amerika Serikat awal abad ke-19 kian dianggap tak mencukupi lagi bagi formasi intelektual dan kultural seorang pribadi.

Polemik anti-positivis dan anti-naturalis di Eropa awal abad ke-19 merupakan gerakan pembebasan dari determinisme natural menuju dimensi spiritual, bergerak dari formasi personal dengan pendekatan psiko-sosial menuju cita-cita humanisme yang lebih integral. Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme ala Comte.

Tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur.

Empat karakter

Menurut Foerster ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.

Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.

Ketiga, otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain.

Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Kematangan keempat karakter ini, lanjut Foerster, memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. ”Orang-orang modern sering mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi eksterior dan interior.” Karakter inilah yang menentukan forma seorang pribadi dalam segala tindakannya.

Pengalaman Indonesia

Di tengah kebangkrutan moral bangsa, maraknya tindak kekerasan, inkoherensi politisi atas retorika politik, dan perilaku keseharian, pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-religius menjadi relevan untuk diterapkan.

Pendidikan karakter ala Foerster yang berkembang pada awal abad ke-19 merupakan perjalanan panjang pemikiran umat manusia untuk mendudukkan kembali idealisme kemanusiaan yang lama hilang ditelan arus positivisme. Karena itu, pendidikan karakter tetap mengandaikan pedagogi yang kental dengan rigorisme ilmiah dan sarat muatan puerocentrisme yang menghargai aktivitas manusia.

Tradisi pendidikan di Indonesia tampaknya belum matang untuk memeluk pendidikan karakter sebagai kinerja budaya dan religius dalam kehidupan bermasyarakat. Pedagogi aktif Deweyan baru muncul lewat pengalaman sekolah Mangunan tahun 1990-an.

Kebiasaan berpikir kritis melalui pendasaran logika yang kuat dalam setiap argumentasi juga belum menjadi habitus. Guru hanya mengajarkan apa yang harus dihapalkan. Mereka membuat anak didik menjadi beo yang dalam setiap ujian cuma mengulang apa yang dikatakan guru.

Loncatan sejarah

Apakah mungkin sebuah loncatan sejarah dapat terjadi dalam tradisi pendidikan kita? Mungkinkah pendidikan karakter diterapkan di Indonesia tanpa melewati tahap-tahap positivisme dan naturalisme lebih dahulu?

Pendidikan karakter yang digagas Foerster tidak menghapus pentingnya peran metodologi eksperimental maupun relevansi pedagogi naturalis Rousseauian yang merayakan spontanitas dalam pendidikan anak-anak. Yang ingin ditebas arus ”idealisme” pendidikan adalah determinisme dan naturalisme yang mendasari paham mereka tentang manusia.

Bertentangan dengan determinisme, melalui pendidikan karakter manusia mempercayakan dirinya pada dunia nilai (bildung). Sebab, nilai merupakan kekuatan penggerak perubahan sejarah. Kemampuan membentuk diri dan mengaktualisasikan nilai-nilai etis merupakan ciri hakiki manusia. Karena itu, mereka mampu menjadi agen perubahan sejarah.

Jika nilai merupakan motor penggerak sejarah, aktualisasi atasnya akan merupakan sebuah pergulatan dinamis terus-menerus. Manusia, apa pun kultur yang melingkupinya, tetap agen bagi perjalanan sejarahnya sendiri. Karena itu, loncatan sejarah masih bisa terjadi di negeri kita. Pendidikan karakter masih memiliki tempat bagi optimisme idealis pendidikan di negeri kita, terlebih karena bangsa kita kaya akan tradisi religius dan budaya.

Manusia yang memiliki religiusitas kuat akan semakin termotivasi untuk menjadi agen perubahan dalam masyarakat, bertanggung jawab atas penghargaan hidup orang lain dan mampu berbagi nilai-nilai kerohanian bersama yang mengatasi keterbatasan eksistensi natural manusia yang mudah tercabik oleh berbagai macam konflik yang tak jarang malah mengatasnamakan religiusitas itu sendiri.

Doni Koesoema, A, Mahasiswa Jurusan Pedagogi Sekolah dan Pengembangan Profesional Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Kepausan Salesian, Roma

Sumber: Kompas Cyber Media

Saturday, May 23, 2009

pendidikan profetik

Sebagai agen perubahan sosial, pendidikan Islam yang berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi, dewasa ini dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Kehadirannya diharapkan mampu membawa perubahan dan kontribusi yang berarti bagi perbaikan ummat Islam, baik pada dataran intelektual teoritis maupun praktis.

Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari ekses negatif globalisasi. Tetapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dari himpitan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi (Syafi’i Ma’arif). Kandungan materi pelajaran dalam pendidikan Islam yang masih berkutat pada tujuan yang lebih bersifat ortodoksi diakibatkan adanya kesalahan dalam memahami konsep-konsep pendidikan yang masih bersifat dikotomis; yakni pemilahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum (sekuler), bahkan mendudukkan keduanya secara diametral.

Dari pendidikan Islam yang masih cenderung bersifat dikotomis yang selama ini terpisah secara diametral, yakni pendidikan yang hanya menekankan dimensi transendensi tanpa memberi ruang gerak pada aspek humanisasi dan liberasi dan pendidikan Islam yang hanya menekankan dimensi humanisasi dan liberasi dengan mengabaikan aspek transendensi. Dalam teori sosialnya Kuntowijoyo (alm) Ilmu Sosial Profetik.

PEMBAHASAN

Profetik berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna Kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi1. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan. Dalam sejarah, Nabi Ibrahim melawan Raja Namrud, Nabi Musa melawan Fir’aun, Nabi Muhammad yang membimbing kaum miskin dan budak belia melawan setiap penindasan dan ketidakadilan. Dan mempunyai tujuan untuk menuju kearah pembebasan. Dan tepat menurut Ali Syari’ati “para nabi tidak hanya mengajarkan dzikir dan do’a tetapi mereka juga datang dengan suatu ideologi pembebasan”.

Secara definitif, pendidikan profetik dapat dipahami sebagai seperangkat teori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial, dan tidak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat mengarahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik. Kuntowijoyo sendiri memang mengakuinya, terutama dalam sejarahnya Islamisasi Ilmu itu -dalam rumusan Kunto- seperti hendak memasukan sesuatu dari luar atau menolak sama sekali ilmu yang ada2. Dia mengatakan: “saya kira keduanya tidak realistik dan akan membuat jiwa kita terbelah antara idealitas dan realitas, terutama bagi mereka yang belajar ilmu sosial barat. Bagaimana nasib ilmu yang belum di Islamkan? Bagaimana nasib Islam tanpa Ilmu?. Dengan ungkapan seperti ini, Kuntowijoyo tidak bermaksud menolak Islamisasi ilmu, tapi selain membedakan antara ilmu sosal profetik dengan Islamisasi Ilmu itu sendiri, juga bermaksud menghindarkan pandangan yang bersifat dikotomis dalam melihat ilmu-ilmu Islam dan bukan Islam.

Secara normatif-konseptual, paradigma profetik versi Kuntowijoyo (alm) didasarkan pada Surar Ali-Imran ayat 110 yang artinya: “Engkau adalah ummat terbaik yang diturunkan/dilahirkan di tengah-tengah manusia untuk menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah”.

Terdapat tiga pilar utama dalam ilmu sosial profetik yaitu; amar ma’ruf (humanisasi) mengandung pengertian memanusiakan manusia. nahi munkar (liberasi) mengandung pengertian pembebasan. dan tu’minuna bilah (transendensi), dimensi keimanan manusia. Selain itu dalam ayat tersebut juga terdapat empat konsep; Pertama, konsep tentang ummat terbaik (The Chosen People), ummat Islam sebagai ummat terbaik dengan syarat mengerjakan tiga hal sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut. Ummat Islam tidak secara otomatis menjadi The Chosen People, karena ummat Islam dalam konsep The Chosen People ada sebuah tantangan untuk bekerja lebih keras dan ber-fastabiqul khairat. Kedua, aktivisme atau praksisme gerakan sejarah. Bekerja keras dan ber-fastabiqul khairat ditengah-tengah ummat manusia (ukhrijat Linnas) berarti bahwa yang ideal bagi Islam adalah keterlibatan ummat dalam percaturan sejarah. Pengasingan diri secara ekstrim dan kerahiban tidak dibenarkan dalam Islam. Para intelektual yang hanya bekerja untuk ilmu atau kecerdasan an sich tanpa menyapa dan bergelut dengan realitas sosial juga tidak dibenarkan. Ketiga, pentingnya kesadaran. Nilai-nilai profetik harus selalu menjadi landasan rasionalitas nilai bagi setiap praksisme gerakan dan membangun kesadaran ummat, terutama ummat Islam. Keempat, etika profetik, ayat tersebut mengandung etika yang berlaku umum atau untuk siapa saja baik itu individu (mahasiswa, intelektual, aktivis dan sebagainya) maupun organisasi (gerakan mahasiswa, universitas, ormas, dan orsospol), maupun kolektifitas (jama’ah, ummat, kelompok/paguyuban). Point yang terakhir ini merupakan konsekuensi logis dari tiga kesadaran yang telah dibangun sebelumnya3.

Pendidikan Islam yang sekaligus sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional. Secara ideal, pendidikan Islam bertujuan melahirkan pribadi manusia seutuhnya. Dari itu, pendidikan Islam diarahkan untuk mengembangkan segenap potensi manusia seperti; fisik, akal, ruh dan hati4. Segenap potensi itu dioptimalkan untuk membangun kehidupan manusia yang meliputi aspek spiritual, intelektual, rasa sosial, imajinasi dan sebagainya. Rumusan ini merupakan acuan umum bagi pendidikan Islam, yang akhir tujuannya adalah pencapaian kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan Islam ingin membentuk manusia yang menyadari dan melaksanakan tugas-tugas ke-khalifahan-nya dan terus memperkaya diri dengan khazanah ilmu pengetahuan tanpa batas serta menyadari pula betapa urgentnya ketaatan kepada Allah SWT sebagai Sang Maha Mengetahui dan Maha Segalanya. Dalam Surat Al-Baqarah disebutkan pada ayat: 269 yang artinya: ”Tidaklah berdzikir kecuali ulul albab”. Disini, ada proposional antara dzikir dan fikr dalam sebuah cita-cita pendidikan Islam. Artinya, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia beriman dan berilmu pengetahuan, yang satu sama lainnya saling menunjang (S.S, Husein dan S.A, Ashraf: 1979).

Dalam mewujudkan cita-cita pendidikan Islam, muncul berbagai problematika dalam pendidikan Islam. Diantaranya krisis dalam pendidikan Islam karena muncul adanya Dikotomi epistemologi antara Ilmu agama (akhirat) dan ilmu umum (dunia), antara Ilmu modern barat dan Ilmu tradisional Islam. Selain itu, disebabkan pula oleh sistem pendidikan Islam yang hanya dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan yang bersifat formal dan mengabaikan idealisme yang mencerminkan proses-proses pemenuhan tugas-tugas kemanusiaan. Indikasi tersebut cukup jelas, dengan terlihat munculnya dua tipologi pendidikan Islam yakni, Pendidikan Islam tradisional dan Pendidikan Islam modern.

Pada dasarnya tujuan umum pendidikan Islam, menurut Prof. M. Athiyah Al-Abrasyi menyimpulkan lima tujuan umum yang asasi. Diantaranya yaitu; Pertama. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia5. Bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, dan untuk mencapai akhlak sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya. Kedua, persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan diakhirat. Pendidikan Islam menaruh penuh untuk perhatian kehidupan tersebut, sebab memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir pendidikan. Ketiga, persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Islam memandang, manusia sempurna tidak akan tercapai kecuali memadukan antara ilmu pengetahuan dan agama, atau mempunyai kepedulian (concern) pada aspek spiritual, akhlak dan pada segi-segi kemanfaatan. Keempat, menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (co-riosity) dan memungkinkan untuk mengkaji ilmu sekedar ilmu6. Kelima, menyiapkan pelajar dari segi profesional.

Pendidikan yang berwawasan kemanusiaan mengandung pengertian bahwa pendidikan harus memandang manusia sebagai subjek pendidikan. Oleh karena itu, starting point dari proses pendidikan berawal dari pemahaman teologis-filosofis tentang manusia, yang pada akhirnya manusia diperkenalkan akan keberadaan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Pendidikan yang berwawasan kemanusiaan tidak berpretensi menjadikan manusia sebagai sumber ikatan-ikatan nilai secara mutlak (antroposentris), karena di Eropa pada abad pertengahan menjadikan ilmu murni dan teknologi teistik justru membawa malapetaka di abad modern ini, dimana kepribadian manusia menjadi terpisah-pisah di dalam jeratan dogma materialisme yang mengaburkan nilai kemanusiaan. Padahal pendidikan itu sarat akan nilai dan harus berarsitektur atau landasan moral-transendensi.

Jika kegagalan pendidikan dalam rangka memaksimalkan peran profetiknya karena tidak dapat menempatkan manusia sebagai subjek pendidikan dalam setting teologis-filosofis. Jadi bukan sebagai objek pendidikan, yang menurut Paulo Freire dikatakan sebagai konsep bank7. Oleh karena itu, pendidikan harus kembali pada missi profetik, yaitu memanusiakan manusia (Humanisasi), berijtihad / pembebasan (liberasi), dan keimanan manusia (transendensi).

PENUTUP

Pendidikan pada hakekatnya merupakan pross memanusiakan manusia (humanizing human being). Karena itu, semua treatment yang ada dalam praktek pendidikan mestinya selalu memperhatikan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan dengan fitrah, sebagai mahkluk individu yang khas, dan sebagai mahluk sosial yang hidup dalam realitas sosial yang majemuk. Untuk itu, pemahaman yang utuh tentang karakter manusia wajib dilakukan sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Namun demikian, dalam realitasnya banyak praktek pendidikan yang tidak sesuai dengan missi tersebut.

Kenyataan bahwa proses pendidikan yang ada cenderung berjalan monoton, indoktrinatif, teacher-centered, top-down, mekanis, verbalis, kognitif dan misi pendidikan telah misleading. Tidak heran jika ada kesan bahwa praktek dan proses pendidikan Islam steril dari konteks realitas, sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang jelas terhadap berbagai problem yang muncul. Pendidikan (khususnya agama) dianggap tidak cukup efektif memberikan memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah. Karena itu, banyak gagasan muncul tentang perlunya melakukan interpretasi dan reorientasi, termasuk melakukan perubahan paradigma dari praktek pendidikan yang selama ini berjalan.

Pendidikan harus dimaknai sebagai upaya untuk membantu manusia mencapai realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaannya. Dengan pengertian ini, semua proses yang menuju pada terwujudnya optimalisasi potensi manusia, tanpa memandang tempat dan waktu, dikategorikan sebagai kegiatan pendidikan. Sebaliknya, jika ada praktek yang katanya disebut pendidikan ternyata justru menghambat berkembangnya potensi kemanusiaan dengan berbagai bentuknya, maka ini justru bukan praktek pendidikan. Hanya saja, harus disadari bahwa memang ada perbedaan metode atau strategi antara satu dengan lainnya, namun mestinya perbedaan tersebut hanya sebatas teknis pelaksanaan, bukan pemaknaan tentang pendidikan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

  • Rosyadi Khoiron, “Pendidikan Profetik”, Pustaka Pelajar, Cet. I, 2004, Yogyakarta

  • Shofan Mohammad “Pendidikan Berparadigma Profetik (Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam)”, IRCiSoD bekerjasama dengan UMG Press, Cet. I , 2004, Yogyakarta

  • Kuntowijoyo (Alm), “Muslim Tanpa Masjid”, Bandung: Mizan, 2001

  • Banawi Imam, “Segi-segi Pendidikan Islam”, Al-Ikhlas, 1987, Surabaya

1 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, Bandung: Mizan, 2001 hal.357

2 Moh. Shofan, “Pendidikan Berparadigma Profetik (Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam )”, IRCiSoD, Yogyakarta, Hal.131

3 Ibid, hal.365

4 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hal.04

5 Al-Ghazali mengatakan: tujuam murid dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan pada masa sekarang adalah kesempurnaan dan keutamaan jiwanya. (Al-Ghazali, MIzanul amal 1961). Dikutip dari Zainuddin, Seluk beluk Pendidikan dari al-ghazali, jakarta,1991, hal.44

6 Al-Ghazali mengatakan: apabila engkau mengadakan penyelidikan terhadap ilmu engetahuan, maka engau akan melihat kelezatan padanya. Oleh karena itu, tujuan mempelajari ilmu pengetahuan adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri (Al-Ghazali, ihya’Ulumiddin I:13),. Pernyataan itu menyiratkan kesan bahwa penelitian, penalaran, dan pengkajian yang mendalam dengan mencurahkan tenaga dan pikiran (Ijtihad) adalah mengandung kelezatan intelektual kepada mereka dalam mencari hakikat ilmu pengetahuan. Ibid, hal.42

7 Paulo Freire, “Pendidikan Kaum Tertindas”, Cet. 2 LP3ES, Jakarta, 1991, hal.49

sumber:http://km3community.wordpress.com/2008/07/02/pendidikan-profeti-versi-kuntowijoyo/