Friday, November 11, 2011

darimana kita mulai berdakwah?


Padahal Nabiyullah Muhammad SAW mengantarkan aktivitas ini dengan kalimat indah, bermakna nilai kehormatan yang sangat tinggi.
فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah.
Dalam budaya arab, Unta merah adalah sebuah symbol keperkasaan dan harga diri.
Imam Al Bukhari rahimahullah membuat judul Bab dari hadits di atas, “Bab: Keutamaan seseorang memberi petunjuk pada orang lain untuk masuk Islam”.
Abu Daud membawakan hadits di atas pada “Bab: Keutamaan menyebarkan ilmu”.
Penulis ‘Aunul Ma’bud, mengatakan, “Unta merah adalah semulia-mulianya harta menurut mereka (para sahabat).”
Di lain tempat, beliau rahimahullah mengatakan, “Unta merah adalah harta yang paling istimewa di kalangan orang Arab kala itu (di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah memberikan penjelasan yang cukup apik. Beliau rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah unta merah.Unta tersebut adalah harta teristimewa di kalangan orang Arab kala itu. Di sini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan unta merah sebagai permisalah untuk mengungkapkan berharganya (mulianya) suatu perbuatan. Dan memang tidak ada harta yang lebih istimewa dari unta merah kala itu.
Demikianlah, aktivitas dakwah dalam masa Rasulullah oleh rasul dimaknai sebagai aktivitas yang memilik kemuliaan, bahwak diibaratkan seperti sesuatu yang begitu berharga dihadapan umat manusia.
Kalau diibaratkan benda berharga masa kini, barangkali kendaraan dengan nilai jual tinggi, elegant, dan kokoh serta membawa charisma bagi pengendaranya adalah Bugatti Veyron, produksi Automobiles SAS, di bawah kelompok Volkswagen, yang mampu di kebut mencapai kecepatan tertinggi 407 km/jam. Diproduksi sejak September 2005. Aselerasi untuk 0–96 km/jam, Veyron butuh 2,5 detik
Mobil ini menggunakan W16, terdiri dari 16 silinder dan berkasitas 8,0 liter. Satu deret terdiri dari empat mesin. Menurut VW tenaga yang dihasilkan mobil ini 1006 - 1026 PS. Namun di iklannya, di Eropa dan Amerika “1001’PS.
Nah barangkali, itulah mobil dengan tingkat harga tertinggi, juga dengan tingkat gengsi yang cukup tinggi, perkasa.
Namun ini adalah sebuah nilai yang relative, boleh jadi mobil tadi tidak cukup bergengsi bila dibandingkan dengan apa yang kita miliki sebagai bagian dari budaya masyarakat yang kita ada didalamnya. Sebab rasulullah sendiri, tidak menekankan pada sisi unta merahnya sebagai binatang/bentuk, namun beliai SAW menekankan pembicaraan itu tentang falsafah dan nilai yang dikandung oleh unta merah dalam budaya arab. Maka segala sesuatu yang menurut kita atau masyarakat kita atau budaya kita itu bernilai tinggi dan mengandung keperkasaan, serta membawa pemiliknya pada ketinggian martabat diantara kaumnya, maka itulah balasan setimpal atas orang yang kita ajak kebaikan padanya.
Tetapi, biar bagaimanapun ketinggian pahala dakwah yang disampaikan oleh rasulullah SAW sampai kepada kita, ada satu pertanyaan yang kadangkala mengganggu para aktivis dakwah dalam memulai karir dakwahnya. Sehingga kadangkala hal ini justru menjadi penghambat bagi berkembangnya dakwah yang mulia ini.
Dari manakah kita memulai dakwah?
Sederhana bukan? Tulisan ini aku tujukan kepada mereka yang baru awal-awal mengenal tentang frase dakwah. Dalam benak mereka sering muncul pertanyaan-pertanyaan seputar idealism dakwah yang di contohkan oleh rasulullah SAW. Bagaimana idealnya dakwah yang dilaukan oleh rasul, Karena ia dibimbing langsung oleh Allah SWT, para sahabat, karena mereka dibimibing langsung oleh Rasulullah SAW, tabi’ut tabi’in, Ulama, dan para Da’i. mereka seolah menjadi contoh tentang proses dakwah yang ideal. Mereka orang yang memang memiliki kemampuan yang luas dibidang agama, sehingga memang pantas bagi mereka untuk berdakwah menyeru manusia kejalan Allah SWT.
Lalu ketika melihat diri, seolah jauh dari mereka yang dianugerahi kemampuan untuk berdakwah, menikmati seluk beluk dakwah, menyampaikan dalil-dalil dalam Al Qur’an dan bercengkrama dengan para mad’u dakwah.
Sehingga pikiran-pikiran ini menciutkan Nyali, mengkerdilkan pikiran, dan menghentikan semangat dakwah dalam diri. Sehingga akhirnya muncul rasa minder yan mematikan potensi, dan sama sekali tak bergerak untuk berdakwah.
Wahai saudaraku yang dirahmati Allah SWT, berdakwah sesungguhnya adalah aktivitas yang mulia dimata Allah, ia berganjar beribu kebaikan, sehingga tak mungkin kita menghitung nikmat atas ganjaran pahala untuk menyeru manusia ke jalan Tuhan.
Sesederhana kita membalikkan tangan, maka jawabab atas pertanyaan yang seringkali mengganjal mereka yang mula-mula mengenal dakwah adalah Ishlahun Nafs.
“Perbaikilah dirimu, sebelum memperbaiki orang lain”,
Begitulah sebuah nasihat bertutur. Kita akan merasakan kenyamanan secara psikologis manakala kita mengingatkan orang lain untuk rajin belajar, jika kita telah rajin belajar, untuk menjaga kebersihan ketika kita sudah menjaga kebersihan. Karena secara manusiawi, kita dituntut untuk membuktikan perkataan kita sebagai bentuk tanggungjawab atasu ucapan yang keluar dari lisan kita. Sehingga orang akan memandang baik apa yang kita ucapkan, jika ucapan itu telah terbukti pelaksanaannya.
Nah kalimat sederhana ini kelak akan mengantarkan kita menjadi manusia yang dapat memberikan manfaat seluas-luasnya bagi kepentingan dakwah.
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. ash-Shaff: 2-3).
Ayat diatas mengingatkan kita tentang pentingnya menjadi orang yang berilmu, lantas mengaplikasikannya, sebelum ia menyerukannya kepada orang lain. Ini adalah seruan keras agar kita berhati-hati dalam menyeru manusia dalam jalan Allah SWT.
Maka aga kita dapat terhindar dari kecaman Allah SWT terhadap diri yang tidak dapat mempertanggungjawabkan apa-apa yang diucapkan, kita perlu untuk memperbaiki diri sebelum menyeru orang lain.
Diri kita sesungguhnya lebih berhak untuk diseru agar ia menjadi hamba yang taat dihadapan Allah SWT. Karena tanggungjawab yang paling besar bagi seorang manusia disisi Allah adalah digunakan untuk apa segala sesuatu yang diberikan oleh Allah kepada manusia di Dnuia. Apakah digunakan untuk kebaikan? Jika ia maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan pula. Jika digunakan untuk kejelekan, maka Allah akan membalas dengan siksanya juga.
Tentu tubuh kita yang bau ini lebih prioritas untuk dimandikan dari pada tubuh bau orang lain. Iyakan…
Maka agar upaya perbaikan diri ini dapat terlaksana, tahap selanjutnya adalah memperhatikan sarana-saran perbaikan diri tadi.
Adapun sarana-saran yang dapat digunakan untuk melakukan perbaikan diri adalah sebagai berikut:
1.      Menuntut Ilmu
2.      Berdzikir
3.      Mendirikan sholat
4.      Berzakat dan infak
5.      Puasa
6.      Haji
7.      Membaca Al Qur’an
8.      Mengingat mati
9.      Muraqobah, muhasabah, mujahadah, mu’aqobah
10.  Amar ma’ruf nahi munkar
11.  Berkhidmat dan tawadhu
12.  Mengetahui dan menutup pintu masuk syetan
13.  Mengenal penyakit hati dan penyembuhannya

Cukup banyak memang, tapi lakukanlah dengan yang mudah-mudah terlebih dahulu, sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, dan tingkatkan levelnya. Dan tentu carilah lingkungan yang mendukung untuk melakukan perbaikan diri. Jangan sampai perbaikan diri terganggu karena lingkungan yang tidak kondusif untuk berubah.

2 comments:

  1. Alamat rumahku pindah kang.
    Sekarang di http://ayip7miftah.wordpress.com
    Insyaallah segala perabotanannya sudah saya boyong.
    So, jangan lupa berkunjung ya.

    ReplyDelete

Pembaca yang baik meninggalkan jejak..