Thursday, November 10, 2011

Mengevaluasi Dakwah Kita

Beberapa waktu lalu saya membaca buku karangan Fathiyakan. bagaimana baiknya saya memanggil beliau, Ustadz" kah. atau yang lainnya? Bang aja ya..

nah bang Fathiyakan dalam bukunya "bagaimana kita menyeru kepada Islam",  sebenarnya buku ini termasuk buku-buku lama. karena  ada begitu banyak buku-buku baru untuk mengisi khasanah Tarbiyah kita. apa lagi di indonesia, terkhusus Yogykarta, banyak penulis-penulis kreatif dan berbobot yang menuangkan renungan dan kajiannya mengenai aktivitas dakwah dalam kemasan yang lebih mengena terhadap budaya orang-orang yogya. Namun demikian, ilmu tetaplah ilmu, terutama yang bersumber dari Qur'an dan Sunnah, maka ia akan tetap relevan pada kondisi apapun.

"....Kita tidak ragu lagi bahawa mereka ini dan mereka itu adalah para petugas yang baru tegak di pinggir da’wah, di tepi ‘amal keislaman. Mereka belum turut terjun ke bidang da’wah. Mereka malahan belum turut masuk ke RUANG LINGKUP agama Islam yang sebenamya, malah masih belum turut menghirup udaranya yang segar…!"

sungguh tersentak saya membaca sekelumit kalimat Bang Fathi itu, "..baru tegak di pinggir dakwah". sungguh, ini adalah sindiran yang begitu dalam. beberapa orang diantara kita barangkali melakukan yang terbaik untuk dakwah demi pelaksanaan pencapaian cita-cita dakwah. 

sehari semalam suntuk kita menghabiskan waktu memikirkan tentang bagaiman agar dakwah ini dapat berjalan, menyampaikan tentang nilai-nilai Islam kepada umat manusia. hingga terkadang kita tak lagi memiliki waktu yang cukup untuk melakukan perawatan terhadap diri kita.

Namun tetap saja, Bang Fathi, secara gamblang menuliskan "..baru tegak di pinggir dakwah". dalam analogi sederhana, maka orang yang berada dipinggir adalah orang tentu belum dapat merasakan atau secara keseluruan mampu merasakan muatan dakwah secara luas. Atau analogi yang lain, ada se-loyang makanan dihadapan kita (biasalah; loyang Mbo'), ada nasi yang menjadi menu utama kita, beberapa sayur mayur, dan lau yang lengkap diatasnya, maka mereka yang berada dipinggir hanya -mungkin- dapat merasakan hambarnya rasa nasi saja, sebab ia tak mampu menjangkau rasa secara keseluruhan , sehingga saya bisa katakan "..baru tegak dipinggir loyang" (hehehe..). 

Tapi mengapa Bang Fathi menuliskan yang demikian?, secara singkat ia telah memaparkan penyebab munculnya golongan ini dalam beberapa paragraf tulisan sebelumnya, dan lebih banyak diuraikan dalam paragraf-paragraf selanjutnya.

satu dari dua paragraf sebelumnya itu, menyampaikan bahwa golongan ini adalah para da’ie masa kini yang belum benar-benar memahami tentang selok-belok dan tujuan yang harus mereka ikuti; memahami berapa jauhkah jarak yang akan mereka tempuh.

Mereka memang aktif dalam berbagai organisasi dakwah, sering memberikan seruan-seruan kepada manusia terhadap Islam, dan melakan kajian-kajian yang mendalam tentang upaya-upaya menegakkan kalimat Allah dimukan Bumi. hingga pada akhirnya secara harfiah (nampaknya) ia adalah seorang da'i yang memag pantas untukk diberi gelar pahlawan dakwah. namun secara tidak sadar dia justru menjadi penghalang bagi tegaknya dakwah itu sendiri, karena ketidaktahuannya tentang selok-belok dan tujuan yang harus mereka ikuti; memahami berapa jauhkah jarak yang akan mereka tempuh. Di sebabkan karena mereka telah menjadi contoh yang tidak baik terhadap masyarakat.

Ditambahkan pula, bahwa golongan pinggiran ini adalah mereka yang menyangka bahawa perintah-perintah Islam itu gugur dari pundak mereka kalau mereka sudah menulis buku tentang Islam, atau menulis artikel yang dimuatkan dalam surat khabar atau majalah, atau menyampaikan khutbah yang jitu di masjid, atau mengisi pengajian tetap Ada pula yang menyangka bahawa puncak kemuliaan dan kedudukan yang dicitacitakan ialah terdaftar namanya sebagai pengurus yang aktif dalam sesuatu jama’ah Islam dan nampak kegiatannya menghadiri program-program yang bertujuan memajukan jama’ah itu....!

Tetapi mereka juga tidak mengetahui selok-belok dan tujuan yang harus mereka ikuti; memahami berapa jauhkah jarak yang akan mereka tempuh. Sehingga justru kemenangan Islam itu jauh sungguh dari apa yang diharapkan.
---------------------------------------------
Bingung juga, ternyata menjadi orang yang begitu aktif dalam barisan dakwah, dan bergabung dalam barisan jama'h dakwah atau melakukan syiar-syiar Islam kepada manusia masih belum menjadika kita para Da'i dapat lepas dari tergelincirnya kita menjadi orang-orang yang berada dipinggir dalam barisan dakwah.

Namun demikian, Bang Fathi menjelaskan bahwa, keterhindaran diri seorang da'i dari menjadi golongan pinggir itu dapat dilakukan dengan memahami seluk beluk dan tujuan dakwah, serta memahami benar tentang jarak yang harus ditempuh dalam memperjuangkan dakwah Islam ini. Yang terintegrasi dalam amal-amal dakwah kita untuk menyeru manusia dalam pemahaman dakwah yang benar, yaitu "Pengorbanan". 

Pengorbanan dalam arti luas bermakna melewati batas-batas jenisnya dan sifatnya. Pengorbanan mencakupi segala peredaran dalam roda Islam, walau bagaimanapun hangatnya keadaan dan suasana alam sekitar, dan bagaimanapun beratnya tugas yang harus dilaksanakan!

semoga bermanfaat., pembahasan yang lebih dalam akan disampaikan dalam tulisan berikutnya....

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik meninggalkan jejak..