Friday, April 4, 2014

Netralitas dalam Politik?

Dalam UU Pemilu, ada beberapa tempat yang diharamkan bagi partai politik untuk melakukan kampanye, salah satunya adalah institusi pendidikan. sedang dalam Peraturan DIKTI, Partai politik dilarang melakukan aktifitas politik praktis di kampus. Ya, di kampus, dilarang untuk kampanye terbuka dan kegiatan politik praktis. Artinya kampus adalah wilayah netral bagi persaingan partai politik. Tetapi bukan berarti jauh dari dunia politik.

Bahwa kampus merupakan tempat yang netral dari persaingan partai politik, dimaksudkan agar tujuan utama kampus untuk menyelenggarakan aktifitas pendidikan (proses pembelajaran) tidak terganggu. Tidak dikotori oleh kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih kondusif dan terjaga. Sistem pendidikan dirancang dan dilaksanakan tidak untuk mendukung partai tertentu.

Tetapi sebagai akademisi, yang tentu peduli dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengetahuan politik merupakan ilmu wajib yang perlu di ketahui oleh mahasiswa, sebab kita hidup dinegara yang menjadikan politik sebagai salah satu ruh utama berbangsa dan bernegara.

Bagi dunia pendidikan, politik adalah objek belajar. Yang menjadi salah satu bahan belajar, yang menjadi tema diskusi dan perlu kita demonstrasikan pelaksanaanya. Mengupas politik dari berbagai sudut pandang dan teori yang berkembang, mendudukan politik sebagai tema belajar, begitulah seharusnya dunia kampus.

Salah kaprah, kalau kita mengatakan karena kampus adalah wilayah netral, maka kita harus menjauhi politik dalam bentuk apapun. Alergi ketika mendengar kata politik, benci ketika seseorang berbicara tentang politik dan sakit ketika orang lain membicarakan perkembangan politik. Seperti ini, kita sebenarnya telah menyalahtafsirkan fungsi kampus.

Kita perlu mengapresiasi beberapa kampus seperti UI dan UNY yang sangat concern terhadap perkembangan politik Indonesia. Memahami bahwa setiap warga negara memiliki hak politik, yang paling dasar adalah hak untuk dimemilih dan dipilih dalam pemilu, hingga dalam skala global terkait pergaulan negara di kancah internasional. Beberapa kali mereka mengadakan kajian strategis mengenai perkembangan politik. Salah satunya mengundang para pemimpin partai yang ada di Indonesia, untuk menguliti, menggali dan mengkonfirmasi kebijakan dan paltform partai. Atau melakukan kajian strategis terkait persoalan kepemimpinan, sistem tatanegara dan lain sebagainya.

Namun demikian ada juga kampus, yang alergi untuk mengakomodasi hak-hak politik masyarakat kampus. Dengan melarang seluruh kegiatan yang bersentuhan dengan tema politik. Hal ini, tentu akan menutup kesadaran politik masyarakat, menjadi antipati, dan akhirnya akan menjadi korban politik. Sebab jika suatu saat ternyata kebijakan negara merugikan mereka, mereka tak peduli. Tak sadar bahwa hidupnya sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik.

Jadi netral dari politik artinya kita tidak terlibat dalam kampanye dan aktifitas politik praktis di tempat-tempat yang telah diatur dalam UU sebagai tempat yang diharamkan. Tetapi kita tidak antipati terhadap politik, tidak alergi istilah politik, agar tidak menjadi korban politik.

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik meninggalkan jejak..