Saya bertemu beliau dua kali. Setidaknya itu adalah dua kali
yang berkesan dalam perjumpaan dengannya. Dua kali yang member inspirasi, dua
kali yang membongkar semangat, dua kali yang menanamkan keteguhan menjalankan
tugas, dua kali yang member sentuhan kebersamaan. Keluarga.
Dia adalah orang yang layak mendapat pujian dan penghargaan.
Meski dalam dua pertemuan, semoga Allah
merahmatinya, semua semangat membangun etos kerja yang tinggi seperti terurai
dalam untai kata-kata yang bermakna. Tak sekedar kata yang keluar dari seorang
yang putus asa atau bingung tanpa arah. Dia berkata, seolah tengah merencana
menguasai dunia, atau Al Fatih yang tahu benar bahwa takdirnya menaklukkan
konstantinopel. Ambisius, pemimpi, menyandang visi yang tinggi, pantang
menyerah, dinamis, produktif, dan kaya ide-ide cemerlang.
Dua yang pertama, waktu itu saya baru ngantor di PPPA Daqu
Jogja. Sebagai relawan Ramadhan. Ketika tulisan ini terbit, Alhamdulillah saya
sudah merampungkan kontrak saya sebagai relawan. Saya sering mendengar sebuah
nama, nama yang pada pertemuan ini sungguh menawan ketakjuban bahwa ada
kepribadian seperti ini dalam dirinya. Pertemuan pertama itu adalah ta’aruf. Bekenalan.
Kebetulan tiga orang relawan yang bertugas di belakang meja kantor fundrising
ada tiga orang, salah satunya saya.
Orangnya berperawakan sedang, umumnya postur orang Asia
(jawa). Wajahnya agak lonjong, berkaca mata, seingat saya hidungnya agak
sedikit mancung. Yang lainnya saya tidak begitu ingat. Kalau pada tulisa
sebelumnya yang berjudul “Jeda lalu bekerja lagi” saya melukiskan suasana
kantor yang penuh dengan canda dan tawa, maka saya tidak heran mengapa
lingkungan kerja itu bisa tercipta. Ya.. Beliau Fatwa Mauldhana.
Bagaimana rasanya jika kita makan kerupuk? Renyah bukan. Kata-kata
dalam pertemuan pertama itu berhasil menumbuhkan kedekatan. Itu suasana
keluarga. Semoga Allah menerima segala amal baiknya.
Pertemuan yang kedua, adalah pertemuan yang sedikit
personal. Sore seminggu sebelum ramadhan.
Setelah usai menjalankan tugas-tugas kefundrisingan. Saya sejenak
melepas lelah menikmat kursi emput dan berselancar di Dunia Maya. Hanya saya
sendiri di ruangan itu. Dia tiba-tiba dating. Mengucap salam lalau dengan mimic
serius bertanya,”Apa kabar hari ini?”. Saya cukup kaget. bukan pada
pertanyaannya. Tapi pada bagaimana dia mengucapkan pertanyaan itu, serius dan
penuh kepastian namun perhatian. Usai menjawab salam saya sekenanya menjawab, “Alhamdulillah
pak, cukup melelahkan”. “Semangat!”
Dua sikap yang berbeda dalam dua pertemuan yang berbeda saya
temui pada dirinya. Di satu sisi dia adalah sang perekat keakraban, supel,
enteng, cair, menggoda, menggemberikan. Disisi yang lain dia adalah sosok yang
serius, mantap, kokoh, hati-hati, sistematis, pantang menyerah.
Selamat jalan pak Fatwa. mereka mengira kau telah mati, tapi sesungguhnya kau hidup di sisiNya. begitulah sunnah orang-orang yang berjuang dijalan Allah.. Hadza fi sabili...
No comments:
Post a Comment
Pembaca yang baik meninggalkan jejak..