Tuesday, February 26, 2013

Kau Boleh Panggil Aku Akhwat 'Sesat'

Suntuk, tak ada inspirasi menulis.. saya jalan-jalan ke blog tetangga. Mmm.. tetangga jauh. dan ketemu blog yang hampir usang,. sebut saja blognya iva wulandari, intinya saya copas ya.. puisinya. tujuannya sederhana. karena saya ingin menyimpannya, unik saja. diblog pribadi saya. Tapi kalau tak berkenan bisa hubungi admin.

Kau Boleh Panggil Aku Akhwat 'Sesat'

Kau ini bagaimana?
atau
Aku harus bagaimana?
Kau bilang dakwah itu gak pilih-pilih, tapi kau memandangku nyinyir saat aku dengan senang hati menerima tawaran mengisi diskusi keislaman yang pesertanya laki-laki dan perempuan, kau bilang aku kebablasan, kau bilang tak seharusnya aku menerima tawaran itu
Aku harus bagaimana?
mengisi kajian kemuslimahan? kala kaidah sadzudzdzari'ah telah lelah kita perdebatkan
Kau ini bagaimana?
Kau minta aku gunakan facebook sebagai salah satu sarana dakwah.
Kupajang foto aktivitas-aktivitas dakwah dan keseharianku di facebook, fotoku kala aksi, fotoku kala diskusi dan kajian, fotoku kala terpilih sebagai wakil dari kampus ke konverensi di luar negeri, fotoku kala bergaul sehari-hari; kau anggap aku nakal. Sementara aku hanya ingin berdiplomasi 'tanpa kata' bahwa menjadi aktivis dakwah itu gak kuno, menyenangkan, banyak pengalaman serunya. Kau bilang hapus saja foto-fotonya
Aku harus bagaimana?
memajang foto bunga-bunga atau dedaunan yang dengannya foto-fotoku tak mampu bicara dan menembus dinding hati, memikat mad'u-ku untuk tertarik menjadi aktivis dakwah, 
bahwa menjadi aktivis dakwah itu gak primitif, 
menjadi aktivis dakwah itu masih bisa asik-asikan
menjadi aktivis dakwah itu nggak kaku
menjadi aktivis dakwah itu nggak eksklusif
dengan melihatnya dari facebook yang kau bilang ia adalah salah satu sarana dakwah yang sejauh ini efektif karena hari ini eranya dunia maya
Sementara terlalu banyak mereka dijejali dengan foto-foto kegiatan hedonis anak muda yang mereka anggap itu 'biasa dan sah-sah saja'
Kau ini bagaimana?
Kau bilang belajar itu bisa sama siapa saja, dimana saja, kapan saja. Sebagaimana hadits yang tempo hari kau sampaikan bahwa hikmah itu adalah milik muslim yang hilang, dimanapun ia menemukannya, ia berhak mengambilnya.
Ku banyak bertanya dan diskusi soal siyasah, harokah, sosial-politik ke senior-senior ikhwan, kau bilang aku ganjen. Kau minta aku tanya saja sama yang akhwat. Kutanya padamu, kau tak tau. Kutanya pada yang lain, mereka tak membidangi. 
Aku banyak baca buku feminis, marxis, sosialis, kau bilang aku kebarat-baratan
Aku harus bagaimana?
mematikan rasa keingintahuanku, memuaskan diri dengan jawaban-jawaban yang tak memuaskanku, atau berpuas diri dengan bertanya pada yang tak membidanginya, asal ia wanita, BUKAN pria.
Aku harus bagaimana?
Membaca buku tazkiyatun nafs saja agar pikiranku nggak 'keblinger'?
Kau ini bagaimana?
Kau bilang performansi diri aktivis dakwah dihadapan mad'u itu harus diperhatikan.  Aku pakai baju dan jilbab cerah, kau bilang aku kemayu. Kau bilang aku sengaja memakainya untuk terlihat cantik. Kau suruh aku memakai baju se'wajar'nya.
Aku harus bagaimana?
memakai pakaian wajar sepertimu yang kadang 'balapan', kurang matching, ASAL warnanya gelap dan model/potongannya 'gak neko-neko.'
Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman ammah,
Ku datangi teman-teman ammah dan kuajak mereka diskusi dikantin, di rumah makan, di tempat mereka menghabiskan waktu, malah kau curigai aku ikut hedonis.
sementara engkau malah bersembunyi di sarang orang-orang shalih mencari kenyamananmu sendiri. menikmati khusyu' tilawah Qur'anmu seorang diri.
Aku harus bagaimana?
mengajak mereka diskusi manhaj dakwah di masjid? atau minta mereka ikut kajian kitab? sementara yang mereka butuhkan masih setahap menertibkan sholat 5 waktu
Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku ittiba dan tidak taklid. Ketika pilihan sikapku lain denganmu, kau bilang aku akhwat 'sesat'. Ku baca buku  seri Kebebasan Wanita dan kujadikan ia landasan sikapku, kau bilang ikuti saja "umum"nya akhwat.
Aku harus bagaimana?
Ngikut kebanyakan akhwat saja, manut kata ustadz A,B,C saja, manut murobbi saja, tanpa kau beri kesempatan aku untuk benar-benar 'mencari' kebenaran Dienku 
Kau ini bagaimana?
Kau ingatkan aku: "Khilaf atau perbedaan pendapat dalam masalah fiqih furu' (cabang) hendaknya tidak menjadi faktor pemecah belah dalam agama, tidak menyebabkan permusuhan dan tidak juga kebencian. Setiap mujtahid mendapatkan pahalanya. Sementara itu, tidak ada larangan melakukan studi ilmiah yang jujur terhadap persoalan khilafiyah dalam naungan kasih sayang dan saling membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran. Semua itu tanpa melahirkan sikap egois, debat yang tercela dan fanatik buta."
Tapi, kau juga yang paling keras menyerangku kala kita berseberangan pilihan sikap dan batasan kemoderatan.
Aku harus bagaimana?
Aku bilang aku manut kamu, kamu tak mau
Aku bilang yasudah manut kita, kamu tak suka
Aku bilang, aku manut diriku, kamu mencaciku

*terinspirasi dari puisi karya Gus Muh  dengan judul Kau ini Bagaimana? Aku Harus Bagaimana?

Jogja, 11 September 2012
Iva Wulandari

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik meninggalkan jejak..