Kau Boleh Panggil Aku Akhwat 'Sesat'
Kau ini bagaimana?
atau
Aku harus bagaimana?
Kau bilang dakwah itu gak pilih-pilih, tapi kau memandangku nyinyir saat
aku dengan senang hati menerima tawaran mengisi diskusi keislaman yang
pesertanya laki-laki dan perempuan, kau bilang aku kebablasan, kau
bilang tak seharusnya aku menerima tawaran itu
Aku harus bagaimana?
mengisi kajian kemuslimahan? kala kaidah sadzudzdzari'ah telah lelah kita perdebatkan
Kau ini bagaimana?
Kau minta aku gunakan facebook sebagai salah satu sarana dakwah.
Kupajang foto aktivitas-aktivitas dakwah dan keseharianku di facebook,
fotoku kala aksi, fotoku kala diskusi dan kajian, fotoku kala terpilih
sebagai wakil dari kampus ke konverensi di luar negeri, fotoku kala
bergaul sehari-hari; kau anggap aku nakal. Sementara aku hanya ingin
berdiplomasi 'tanpa kata' bahwa menjadi aktivis dakwah itu gak kuno,
menyenangkan, banyak pengalaman serunya. Kau bilang hapus saja
foto-fotonya
Aku harus bagaimana?
memajang foto bunga-bunga atau dedaunan yang dengannya foto-fotoku tak
mampu bicara dan menembus dinding hati, memikat mad'u-ku untuk tertarik
menjadi aktivis dakwah,
bahwa menjadi aktivis dakwah itu gak primitif,
menjadi aktivis dakwah itu masih bisa asik-asikan
menjadi aktivis dakwah itu nggak kaku
menjadi aktivis dakwah itu nggak eksklusif
dengan melihatnya dari facebook yang kau bilang ia adalah salah satu
sarana dakwah yang sejauh ini efektif karena hari ini eranya dunia maya
Sementara terlalu banyak mereka dijejali dengan foto-foto kegiatan
hedonis anak muda yang mereka anggap itu 'biasa dan sah-sah saja'
Kau ini bagaimana?
Kau bilang belajar itu bisa sama siapa saja, dimana saja, kapan saja.
Sebagaimana hadits yang tempo hari kau sampaikan bahwa hikmah itu adalah
milik muslim yang hilang, dimanapun ia menemukannya, ia berhak
mengambilnya.
Ku banyak bertanya dan diskusi soal siyasah, harokah, sosial-politik ke
senior-senior ikhwan, kau bilang aku ganjen. Kau minta aku tanya saja
sama yang akhwat. Kutanya padamu, kau tak tau. Kutanya pada yang lain,
mereka tak membidangi.
Aku banyak baca buku feminis, marxis, sosialis, kau bilang aku kebarat-baratan
Aku harus bagaimana?
mematikan rasa keingintahuanku, memuaskan diri dengan jawaban-jawaban
yang tak memuaskanku, atau berpuas diri dengan bertanya pada yang tak
membidanginya, asal ia wanita, BUKAN pria.
Aku harus bagaimana?
Membaca buku tazkiyatun nafs saja agar pikiranku nggak 'keblinger'?
Kau ini bagaimana?
Kau bilang performansi diri aktivis dakwah dihadapan mad'u itu harus
diperhatikan. Aku pakai baju dan jilbab cerah, kau bilang aku kemayu.
Kau bilang aku sengaja memakainya untuk terlihat cantik. Kau suruh aku
memakai baju se'wajar'nya.
Aku harus bagaimana?
memakai pakaian wajar sepertimu yang kadang 'balapan', kurang matching,
ASAL warnanya gelap dan model/potongannya 'gak neko-neko.'
Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman ammah,
Ku datangi teman-teman ammah dan kuajak mereka diskusi dikantin, di
rumah makan, di tempat mereka menghabiskan waktu, malah kau curigai aku
ikut hedonis.
sementara engkau malah bersembunyi di sarang orang-orang shalih mencari
kenyamananmu sendiri. menikmati khusyu' tilawah Qur'anmu seorang diri.
Aku harus bagaimana?
mengajak mereka diskusi manhaj dakwah di masjid? atau minta mereka ikut
kajian kitab? sementara yang mereka butuhkan masih setahap menertibkan
sholat 5 waktu
Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku ittiba dan tidak taklid. Ketika pilihan sikapku lain
denganmu, kau bilang aku akhwat 'sesat'. Ku baca buku seri Kebebasan
Wanita dan kujadikan ia landasan sikapku, kau bilang ikuti saja
"umum"nya akhwat.
Aku harus bagaimana?
Ngikut kebanyakan akhwat saja, manut kata ustadz A,B,C saja, manut
murobbi saja, tanpa kau beri kesempatan aku untuk benar-benar 'mencari'
kebenaran Dienku
Kau ini bagaimana?
Kau ingatkan aku: "Khilaf atau perbedaan pendapat dalam masalah fiqih
furu' (cabang) hendaknya tidak menjadi faktor pemecah belah dalam agama,
tidak menyebabkan permusuhan dan tidak juga kebencian. Setiap mujtahid
mendapatkan pahalanya. Sementara itu, tidak ada larangan melakukan studi
ilmiah yang jujur terhadap persoalan khilafiyah dalam naungan kasih
sayang dan saling membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran.
Semua itu tanpa melahirkan sikap egois, debat yang tercela dan fanatik
buta."
Tapi, kau juga yang paling keras menyerangku kala kita berseberangan pilihan sikap dan batasan kemoderatan.
Aku harus bagaimana?
Aku bilang aku manut kamu, kamu tak mau
Aku bilang yasudah manut kita, kamu tak suka
Aku bilang, aku manut diriku, kamu mencaciku
*terinspirasi dari puisi karya Gus Muh dengan judul Kau ini Bagaimana? Aku Harus Bagaimana?
Jogja, 11 September 2012
Iva Wulandari
No comments:
Post a Comment
Pembaca yang baik meninggalkan jejak..